Kamis 23 Dec 2021 11:59 WIB

Minggir Boomer, Saatnya Milenial Jadi Presiden

Kemenangan generasi Milenial, Gabriel Boric disambut meriah rakyat Cile.

Pendukung Presiden Chili terpilih Gabriel Boric merayakan kemenangannya dalam pemilihan presiden putaran kedua, di Santiago, Chili, Ahad 19 Desember 2021.
Foto: AP/Luis Hidalgo
Pendukung Presiden Chili terpilih Gabriel Boric merayakan kemenangannya dalam pemilihan presiden putaran kedua, di Santiago, Chili, Ahad 19 Desember 2021.

Oleh : Christianingsih, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Cile menatap babak baru dalam perjalanannya sebagai sebuah negara. Pada Ahad (19/12), Gabriel Boric diumumkan menjadi pemenang pemilu sehingga berhak duduk di kursi presiden mulai Maret tahun depan. Ia masih muda, 35 tahun umurnya.

Rakyat Cile bersorak menyambut pemimpin barunya yang sekaligus menorehkan sejarah sebagai presiden termuda Cile. Boric punya segudang idealisme yang menerbitkan harapan di hati rakyat Cile.

Sepuluh tahun silam ia memimpin aksi protes mahasiswa yang menuntut pendidikan lebih baik. Sepanjang karier politiknya, pria berdarah Kroasia ini dikenal sebagai politikus milenial progresif. Setelah terpilih menjadi presiden ia berjanji mengubur dalam-dalam model ekonomi neoliberalisme warisan Augusto Pinochet, mantan diktator Cile. Selama kampanyenya, alumnus Fakultas Hukum University of Chile ini juga berjanji memerangi perubahan iklim dengan memblokir proyek pertambangan yang merusak lingkungan.

Untuk diketahui, Cile merupakan negara penghasil tembaga terbesar di dunia. Janji Boric menumpas pertambangan yang kontroversial itu bernilai kira-kira 25 juta dolar AS atau setara Rp 35 triliun. Angka itu tidak sedikit apalagi mengingat Cile dikenal sebagai negara dengan perekonomian paling kuat di Amerika Latin. Maka tak heran banyak pihak was-was apakah anak muda ini mampu mempertahankan ekonomi Cile atau justru membawa kemerosotan mengingat usianya yang masih belia dan dianggap minim pengalaman.

Secara kebetulan, pengumuman kemenangan Gabriel Boric berselang tak lama setelah kematian janda dari mendiang diktator Augusto Pinochet, Lucia Hiriart. Dua tahun terakhir, Cile dilanda demonstrasi menuntut perombakan model ekonomi neoliberal hingga penulisan ulang konstitusi negara yang belum diganti sejak masa kediktatoran Pinochet. Bagi banyak warga, Hiriart adalah simbol kediktatoran yang abadi. Dia juga dipandang sebagai salah satu simbol warisan pahit sejarah Cile.

Hiriart meninggal tanpa pernah menghadapi pengadilan atas kejahatan yang dilakukan di bawah pemerintahan suaminya selama 1973-1990. Dalam memoarnya, Pinochet menulis bahwa Hiriart telah membantu membujuknya berpartisipasi dalam kudeta 1973 melawan pemerintah Salvador Allende yang terpilih secara demokratis.

Menurut beberapa penulis biografi, Hiriart juga memegang kekuasaan yang tidak biasa di La Moneda, istana kepresidenan Cile. Ia kerap menjadi sasaran reaksi keras masyarakat Cile yang terkena dampak pengaruh pemerintahan Pinochet dan kekayaan yang dikumpulkan oleh anggota keluarganya.

Pinochet adalah panglima militer yang melakukan kudeta terhadap pemerintahan Cile terpilih pada 1973. Dia menjadi Presiden hingga 1990. Pinochet juga dikenal sebagai pemimpin bertangan besi. Selama 17 tahun berkuasa di Cile, lebih dari 3.000 orang tewas atau dilaporkan hilang dan 10 ribu orang mengalami penyiksaan.

Ada kesamaan antara kematian Hiriart dan kemenangan Boric: sama-sama disambut rakyat Cile dengan suka cita. Apalagi Boric menang atas rivalnya, Jose Antonio Kast, politikus gaek yang punya riwayat membela kediktatoran Cile di masa lalu. Boric menjadi presiden milenial kedua di Amerika Latin setelah Presiden El Salvador, Nayib Bukele.

Banyak orang berpendapat darah muda masih dipenuhi idealisme dan cita-cita untuk mengubah dunia. Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda, demikian bunyi kutipan terkenal Tan Malaka.

Masih ingatkah bagaimana 'OK boomer' menjadi viral? Kalimat itu ramai setelah anggota parlemen Selandia Baru yang masih berumur 25 tahun Chloe Swarbrick menggunakannya untuk membalas politisi yang mengejek saat berpidato tentang perubahan iklim. Momen itu terekam video dan kemudian populer dijadikan meme yang merujuk pada pandangan orang tua generasi baby boomer yang kolot atau orang-orang dengan pemikiran kolot dan jadul.

Bagaimana dengan Indonesia? Di 2024 mendatang, Indonesia juga akan menggelar pemilu. Namun untuk mengharap adanya calon presiden muda progresif idealis seperti Boric nampaknya masih belum ada tanda-tanda. Setidaknya untuk saat ini. Nama-nama yang digadang jadi capres masih didominasi wajah-wajah lama generasi boomer.

Kendati demikian, usia bukanlah satu-satunya patokan untuk menilai kesuksesan seorang pemimpin. Tengoklah Korea Utara. Kim Jong Un bolehlah disebut representasi pemimpin muda dan punya super power. Ia disahkan jadi pemimpin Korut satu dekade silam kala umurnya 27 tahun. Nyatanya kini di bawah kepemimpinan Kim Jong Un, negara itu menghadapi krisis di berbagai sektor dan jutaan perut rakyatnya kelaparan.

Namun jangan lupakan pula Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern. Ia memang bukan golongan milenial. Akan tetapi dulu Ardern dilantik menjadi perdana menteri di usia terbilang muda, 37 tahun.

Kesuksesan Ardern menakhodai Selandia menghiasi pemberitaan internasional, terutama ketika ia masuk jajaran pemimpin yang sukses mengendalikan pandemi Covid-19. Ia bahkan terpilih kembali jadi perdana menteri untuk periode kedua.

Emmanuel Macron dari Prancis dan Sanna Marin di Finlandia juga mencatatkan namanya sebagai pemimpin negara yang 'naik takhta' sebelum usia 40 tahun. Jika Cile dan banyak negara lain sudah bisa menerima negaranya dipimpin darah muda, apakah kita sudah bisa menerima jika keadaan serupa terjadi di Indonesia? Politik itu cair. Dinamikanya sangat mudah berubah dalam waktu singkat. Apa yang hari ini kelihatan tidak mungkin, bisa saja besok pagi jadi mungkin.

Namun bersediakah para senior memberikan kesempatan kepada juniornya untuk memimpin negeri ini? Ataukah di 2024 kita harus puas disodori pilihan capres yang itu lagi-itu lagi?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement