Rabu 22 Dec 2021 19:32 WIB

Hari Ibu, Perempuan Indonesia Masih Dihantui Kekerasan Seksual

Sepanjang tahun 2020, terjadi 299.991 kasus kekerasan terhadap perempuan.

Rep: Febryan A/ Red: Andi Nur Aminah
  Warga memberikan tanda tangannya pada kain putih saat aksi damai tolak kekerasan terhadap anak dan perempuan  (ilustrasi)
Warga memberikan tanda tangannya pada kain putih saat aksi damai tolak kekerasan terhadap anak dan perempuan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tepat pada perayaan Hari Ibu 2021, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menyebut, perempuan Indonesia masih belum mendapatkan rasa aman dari ancaman kekerasan seksual. Hal itu tercermin dari ratusan ribu kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dalam periode satu tahun saja. 

"Pada 2021 ini perempuan Indonesia belum mendapatkan rasa aman dari ancaman kekerasan, terutama kekerasan seksual yang bisa terjadi di berbagai ranah kehidupan, baik itu di ranah personal dan rumah tangga, di tempat kerja, di lembaga pendidikan, serta di komunitas," kata Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani. 

Baca Juga

Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2021 merekam bahwa sepanjang tahun 2020 terjadi 299.991 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke berbagai lembaga pengada layanan. Sebanyak 45,6 persen di antaranya adalah kekerasan seksual di ranah publik dan 17,8 persen berupa kekerasan seksual di ranah personal/KDRT. 

Andy menjelaskan, dari data itu, tindakan pemerkosaan terhadap perempuan menduduki posisi kedua dengan 792 kasus. Adapun pada posisi pertama adalah inses sebanyak 882 kasus. 

 

"Bahkan dari seluruh jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas, 79 persennya adalah kekerasan seksual," kata Andy dalam siaran persnya, Rabu (22/12), tepat pada peringatan Hari Ibu. 

Kondisi perempuan di dunia pendidikan, kata dia, juga memprihatinkan. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020, sebanyak 4,2 persen kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di lembaga pendidikan. 

Pelakunya, kata Andy, ada yang berprofesi sebagai guru, guru ngaji, tokoh agama, dan dosen. Kekerasan seksual ini terjadi karena ada relasi kuasa antara korban dan pelaku. 

Di sisi lain, kata dia, kebijakan yang diharapkan menjadi payung hukum bagi para korban kekerasan seksual untuk mendapat perlindungan dan keadilan, yaitu Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) tak kunjung disahkan. Padahal, RUU ini sudah diusulkan sejak 2012. 

Oleh karenanya, kata dia, Komnas Perempuan mendesak DPR RI dan Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU TPKS. Komnas juga meminta kalangan masyarakat sipil dan akademisi terus memantau proses pembahasan RUU ini.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement