Rabu 22 Dec 2021 09:10 WIB

Pemerintah Diminta Tetapkan Batas Tarif Hotel untuk Karantina

Tidak semua warga negara Indonesia yang pulang dari luar negeri itu orang kaya

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Hiru Muhammad
Peserta antre meninggalkan area bandara untuk menuju ke hotel karantina saat kegiatan simulasi penerbangan internasional di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (9/10/2021).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Peserta antre meninggalkan area bandara untuk menuju ke hotel karantina saat kegiatan simulasi penerbangan internasional di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (9/10/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tarif hotel karantina bagi warga negara yang baru pulang dari luar negeri dikeluhkan sejumlah pihak. Menanggapi itu, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah menetapkan batasan tarif untuk hotel yang menjadi lokasi karantina.

"Harusnya pemerintah memberi patokan tertinggi harga hotel. Harus ada penetapan tarif dari pemerintah untuk kepentingan karantina yang notabene kewajiban yang dibuat pemerintah untuk masyarakat," kata LaNyalla dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/12).

Baca Juga

Dirinya mengaku kerap menerima keluhan besarnya tarif hotel yang dipakai untuk lokasi karantina. Bahkan ada yang mengaku stress lantaran harus membayar Rp 150 juta hanya untuk karantina.

"Ada laporan yang menyebut satu keluarga yang berisi 5 orang harus membayar Rp150 juta untuk menjalani karantina. Ini sangat memberatkan, bahkan sudah keterlaluan," ucapnya.

Menurut LaNyalla, tarif hotel untuk karantina seharusnya diberlakukan seperti PCR atau swab antigen. Harus ada batasan limit termurah dan termahal.

Karena tidak semua warga negara Indonesia yang pulang dari luar negeri itu orang kaya yang liburan. Ada yang berobat dan keperluan lainnya. "Karantina sah-sah saja asal pemerintah bisa mengatasi harganya. Ibarat sembako, kalau tidak ada campur tangan pemerintah, pedagang akan seenaknya memberikan harga," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement