Selasa 21 Dec 2021 00:02 WIB

Apindo Minta Pemerintah Pusat Sanksi Anies, Ini Respons Kemenaker

Apindo meminta Anies disanksi karena dinilai merevisi kenaikan UMP secara sepihak.

Rep: Febryan. A/ Red: Andri Saubani
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berorasi saat menemui buruh yang berunjuk rasa menolak besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/22/2021). Anies Baswedan pada kesempatan tersebut mengatakan formula penetapan UMP yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan tidak cocok diterapkan di Jakarta.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berorasi saat menemui buruh yang berunjuk rasa menolak besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/22/2021). Anies Baswedan pada kesempatan tersebut mengatakan formula penetapan UMP yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan tidak cocok diterapkan di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait sanksi untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sebab, Kemenaker menilai Anies telah melanggar aturan ketika merevisi besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2022 menjadi 5,1 persen dari sebelumnya 0,85 persen.

"Pada prinsipnya, kami akan mengkoordinasikan hal-hal yang bertentang dengan kebijakan dengan Kemendagri," kata Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadhly Harahap ketika ditanya sanksi untuk Anies, Senin (20/12).

Baca Juga

Sanksi terhadap Anies, kata dia, akan diberikan oleh Kemendagri. Sebab, semua hal yang menyangkut pemerintah daerah berada di bawah kewenangan Kemendagri. Adapun bentuk sanksinya sudah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

UU Nomor 23 Tahun 2014 mengatur bahwa gubernur yang tak menjalankan program strategis nasional dapat dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian permanen.

Chairul menjelaskan, penetapan UMP 2022 memang merupakan program strategis nasional. Dalam prosesnya, penetapan UMP 2022 harus mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

Menurut Chairul, Gubernur Anies telah melanggar PP tersebut dalam menetapkan UMP DKI 2022. Untuk diketahui, jika mengacu pada formula dalam PP 36, UMP DKI hanya naik 0,85 persen, bukan 5,1 persen.

"Dalam pelaksanaanya dia (Anies) mungkin tidak sesuai dengan PP 36," kata Chairul kepada Republika, Ahad (20/12).

Pada Sabtu, 18 Desember, Anies memutuskan untuk mengubah besaran kenaikan UMP 2022 sebesar 5,1 persen atau Rp 225.667. Sehingga besaran UMP 2022 menjadi Rp 4.641.854.

Terjadi kenaikan upah yang cukup signifikan dibanding keputusan Anies sebelumnya. Pada 22 November, Anies menetapkan kenaikan UMP 2022 sebesar 0,85 persen atau Rp 37.748 saja. Kenaikkan sebesar 0,85 persen ini lah yang sesuai dengan formula PP 36.

Keputusan Anies mengubah besaran kenaikan UMP 2022 ini disambut dengan gegap gempita oleh kalangan buruh. Sedangkan kalangan pengusaha meradang. Bahkan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendorong Menteri Ketenagakerjaan untuk memberikan sanksi kepada Anies.

Baca juga : Apindo Kecam dan Ancam Anies Soal Revisi UMP 2020, Buruh 'Pasang Badan'

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement