Senin 20 Dec 2021 14:15 WIB

Kadin Khawatir Revisi UMP di Jakarta Diikuti Provinsi Lain

Kenaikan UMP yang terjadi secara sepihak dikhawatirkan memicu gelombang PHK massal.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
  Ribuan buruh menyambangi Balai Kota DKI Jakarta untuk menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022, di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (8/12).
Foto: Republika/Ali Mansur
Ribuan buruh menyambangi Balai Kota DKI Jakarta untuk menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022, di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia khawatir langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang merevisi upah minimum provinsi (UMP) bakal diikuti oleh provinsi lain. Pasalnya, situasi itu bakal membingungkan dunia usaha dan menghambat investasi.

Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan, Adi Mahfudz, mengatakan, saat ini telah ada satu provinsi yang akan mengikuti langkah Jakarta untuk merevisi kenaikan upah yang telah disepakati pada November lalu.

Baca Juga

"Itu yang kami khawatirkan dan sudah ada satu provinsi lain mengikutinya. Silakan cek sendiri tapi sudah ada. Itu implikasi yang kami khawatirkan," kata Adi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/12).

Adi mengatakan, Kadin sebagai organisasi naungan para pengusaha, Kadin  bukan hanya memikirkan Jakarta saja melainkan seluruh provinsi di Indonesia. Pasalnya, saat ini tercatat ada sekitar 9 juta jiwa pengangguran di Indonesia. Kenaikan UMP yang terjadi secara sepihak pun dikhawatirkan memicu gelombang PHK massal.

"Ini sangat membingungkan, proyeksi kami menjadi tidak karuan. Investor dan pelaku usaha butuh kepastian hukum dari pemerintah," katanya menambahkan.

Ia menegaskan, pemerintah harus memahami mekanisme perubahan UMP harus melalui rapat bersama tripartit yang dihadiri pemerintah, asosiasi pelaku usaha, serta serikat pekerja. Jika itu tidak dipenuhi, maka kebijakan pengupahan akan salah karena tidak sesuai mekanisme yang berlaku.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, menambahkan, upah minimum provinsi adalah jaring pengaman sosial yang dibayarkan kepada angkatan kerja baru.

Jika UMP sudah tinggi, perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menyusun tingkat nomina pengupahan pekerja berdasarkan lama kerja atau pengalaman. Alhasil, ruang untuk kenaikan UMP pekerja yang berpengalaman akan lebih sempit.

"Dampaknya perusahaan nanti akan lebih mengambil tenaga kerja yang sudah berpengalaman sesuai UMP yang sudah tinggi itu," kata Hariyadi.

Meski demikian, Apindo mengimbau seluruh perusahaan di Jakarta untuk tidak mengikuti keputusan Pemprov DKI Jakarta atas revisi tersebut. Namun tetap berpedoman kepada namun tetap mengikuti Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1395 Tahun 2021 yang ditetapkan tanggal 19 November 2021.

Apindo juga menggugat aturan revisi tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika Gubernur Jakarta benar-benar mengimplementasikan regulasi perubahan tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement