Jumat 17 Dec 2021 23:39 WIB

7 Alasan Dibolehkan Membuka Aib Orang Lain dan Bahaya Ghibah

Membuka aib orang lain pada dasarnya tidak diperbolehkan

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Membuka aib orang lain pada dasarnya tidak diperbolehkan. Membuka aib orang lain atau ghibah (ilustrasi)
Foto: io9.com
Membuka aib orang lain pada dasarnya tidak diperbolehkan. Membuka aib orang lain atau ghibah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Allah ﷻ melarang untuk membuka aib seseorang. Ini adalah aturan umum yang harus diikuti karena Islam ingin membantu melindungi orang dan juga menjaga masyarakat bebas dari aktivitas memata-matai dan mencari kesalahan.

Hal ini sebagaimana penggalan hadits Rasulullah ﷺ sebagai berikut ini: 

Baca Juga

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ “Barangsiapa menutupi aib orang lain, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” 

Melansir laman askthescholar, ulama asal Kanada Ahmad Kutty mengatakan aturan hadits di atas tidak berlaku untuk alasan berikut yaitu: 

 

Pertama, ketika mengungkapkan kesalahan itu penting untuk melindungi orang dari kemungkinan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh seseorang atau beberapa orang. 

Misalnya, jika seseorang tidak dapat dipercaya dalam urusan keuangan, atau diketahui melanggar kepercayaan, kita perlu membocorkan karakter buruk ini kepada mereka yang berpikir untuk menjalin kemitraan bisnis atau kontrak dengannya. 

Kedua, demikian juga, jika kita ditanya tentang seseorang yang kita kenal untuk menentukan kelayakannya untuk menjadi pasangan pernikahan, kita harus mengungkapkan apa yang kita ketahui tentang mereka. Walaupun kita tidak perlu masuk ke rincian spesifik.  

Ketiga, jika kita dipanggil untuk memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu masalah di mana kita memiliki fakta-fakta dimana juri atau hakim dapat memberikan putusan yang adil. 

Baca juga: 5 Dalil Tegaskan Rasulullah SAW Bukan Penebus Dosa Umatnya

Keempat, kita harus mengungkapkan apa yang kita ketahui untuk melindungi diri kita sendiri jika kita memiliki kekhawatiran yang tulus tentang keselamatan kita sendiri. Ini juga berlaku untuk pasangan pernikahan, di mana misalnya seorang istri disakiti secara serius oleh suaminya. 

Dalam hal ini, dia dapat mengadukan suaminya kepada mereka yang memiliki otoritas untuk melindunginya atau membimbingnya dalam hal seperti itu.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement