Jumat 17 Dec 2021 16:00 WIB

Angka Perkawinan Anak di Jabar Masih Tinggi, 12 Dari 100 Anak Menikah Dini

Kementerian PPPA diberikan lima amanah prioritas oleh Presiden Joko Widodo.

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
 Itenas menggelar acara Seminar Perjuangan Perempuan Di Era Tatanan Kehidupan Baru, di Kampus Itenas, Kota Bandung, Jumat (17/12). 
Foto: istimewa
Itenas menggelar acara Seminar Perjuangan Perempuan Di Era Tatanan Kehidupan Baru, di Kampus Itenas, Kota Bandung, Jumat (17/12). 

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Angka perkawinan anak di Jabar hingga saat ini masih tinggi. Hal ini pun, memperoleh perhatian dari Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lenny N Rosalin.

Menurutnya, berdasarkan data yang dia peroleh, 12 dari 100 anak-anak di Jawa Barat masih menikah di bawah usia 18 tahun.  "Di Jawa Barat ini angkanya masih relatif tinggi, 12 dari 100 anak-anak di Jawa Barat kawin di bawah usia 18 tahun," ujar Lenny, saat ditemui seusai acara Perjuangan Perempuan Di Era Tatanan Kehidupan Baru, di Kampus Itenas, Kota Bandung, Jumat (17/12). 

Baca Juga

Menurut Lenny, Kementerian PPPA diberikan lima amanah prioritas oleh Presiden Joko Widodo. Yakni, bagaimana memberdayakan perempuan agar menjadi wirausaha yang punya perspektif gender, pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, pencegahan pekerja anak dan perkawinan anak. 

Lenny menilai, banyak dampak buruk yang akan timbul dari perkawinan anak ini seperti, pendidikan, kesehatan dan ekonomi.  Pertama, kata Lenny, perkawinan anak akan berdampak terhadap pendidikan. Karena anak tersebut pasti ke luar sekolah, jadi wajib belajar tidak akan terpenuhi.

 

Kedua, kata dia, resiko kesehatan bagi ibunya. Bahkan, resiko terburuknya sampai pada kematian ibu saat melahirkan. "Karena dia masih anak-anak, kemudian kanker serviks. Kemudian resiko terhadap anak, kematian bayi dan stunting," katanya. 

Gubernur Jawa Barat, mencanangkan di 2023 angka stunting harus nol. "Tapi kalau angka perkawinan anaknya masih tinggi, ini juga harus diberesin ditingkat hulunya," katanya. 

Kemudian, kata dia, dampak ke  perekonomiannya, anak yang menikah di usia dini paling hanya memiliki ijazah SD dan biasanya bekerja disektor informal.  "Itulah tiga dampak langsung akibat perkawinan anak di bawah umur," katanya. 

Sementara menurut Rektor Institut Teknologi Nasional (Itenas) Prof Melinda Nurbanasari, melalui seminar yang digelar Itenas pihaknya berharap dapat menjadi edukasi bagi perempuan. 

Karena, saat ini perempuan tidak hanya sekedar sebagai Ibu atau Istri tapi juga dapat membantu, menjadi tulang punggung.  "Dengan kegiatan ini peran perempuan semakin menonjol dan kesetaraan gender juga semakin baik, jadi tidak ada dikotomi cewek-cowok," kata Melinda. 

Dalam kegiatan tersebut, hadir pula pameran UMKM di bawah binaan Permodalan Nasional Madani (PNM).  "Ini sangat bagus karena mahasiswa kami dapat belajar wirausaha, tidak hanya berharap bekerja, tapi diharapkan membuka lapangan kerja nantinya," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement