Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Choirulnisha Prita Wijaya

Seorang Anak Sebagai Pelaku Pelecehan Seksual?

Eduaksi | Tuesday, 14 Dec 2021, 17:33 WIB

Kasus pelecehan seksual saat ini mungkin sedang dalam pembicaraan hangat. Sejak dulu, kasus pelecehan seksual ini tidak ada habisnya, bahkan setiap tahun kasusnya terus bertambah. Kasus pelecehan bisa terjadi pada siapa saja dan tidak memandang umur baik pelaku atau korban. Seorang anak pun berkemungkinan menjadi pelaku pelecehan seksual.

Mungkin diantara kita pernah mendengar kasus pelecehan yang terjadi di sekolah. Kita contohkan, semisal ada si A (Seorang perempuan) yang berpakaian seragam selayaknya anak sekolahan. Dan “geng” anak laki-laki yang terdiri dari 4-5 orang. Di suatu hari, si A ingin pergi ke kantin dan harus melewati tangga yang dipenuhi oleh “geng” anak laki-laki tersebut. Ketika si A menuruni tangga, salah satu dari mereka dengan sengaja mencolek bagian tubuh si A yang tidak sepantasnya. Si A merasa terkejut lalu ia menengok kebelakang untuk menegurnya, tetapi mereka hanya saling tunjuk-menunjuk dan tertawa serta berdalih tidak sengaja, akhirnya si A merasa malu, ingin menangis, merasa bersalah, dan tidak tau harus berbuat apa.

Namun, apakah mereka tau jika telah melakukan pelecehan seksual kepada temannya sendiri?

Definisi Pelecehan Seksual

Designed by Freepik (www.freepik.com)

Dari contoh kasus diatas, apakah benar anak tidak mengetahui jika itu termasuk kedalam bentuk pelecehan seksual? Atau mungkin mereka hanya menganggap itu hanyalah bentuk keisengan atau bercanda antar teman? tapi bagaimana jika mereka melakukan hal itu berulang kali? Maka dari itu, yuk kita bahas mengenai definisi dan bentuk pelecehan seksual!

Pelecehan seksual merupakan segala bentuk perilaku yang mengarah kepada hal seksual yang dilakukan secara sepihak oleh pelaku dan tidak diharapkan seseorang menjadi sasaran. Bentuk dari pelecehan seksual ini bermacam-macam, seperti main mata, siulan nakal, komentar berkonotasi seks atau gender, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, isyarat atau gerakan yang bersifat seksual, ajakan melakukan hubungan seksual hingga perkosaan (Simbolon, D. F. dikutip dalam Irfan dan Wahid, 2001).

Dari definisi diatas, bisa disimpulkan bahwa bentuk pelecehan seksual tidak hanya suatu ajakan hubungan seksual hingga perkosaan namun, siulan nakal, colekan yang terkesan sepele juga termasuk ke dalam bentuk pelecehan seksual.

Faktor Anak Melakukan Pelecehan Seksual

Tentu saja, tidak mungkin suatu masalah muncul tanpa faktor penyebab terjadinya hal tersebut. Jadi, apa saja faktor seorang anak melakukan pelecehan seksual?

Kita hidup di era digital dan teknologi yang semakin canggih. Hal tersebut dapat membuat anak tidak mempunyai kontrol dalam mengakses media massa. Tontonan yang tidak sepantasnya di lihat dapat mudah diakses oleh mereka yang pada akhirnya mereka cenderung meniru dengan rasa ingin tahu mereka lalu melampiaskan kepada seseorang.

Pergaulan juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku anak. Seorang anak bisa saja terpengaruh dengan ajakan teman bermainnya, sehingga bisa dengan mudah mereka melakukan hal yang tidak baik bahkan mengarah kepada pelecehan seksual.

Lalu, yang tidak kalah penting yang menjadikan penyebab anak melakukan pelecehan seksual adalah minimnya psikoedukasi seks (sex education). Hal diatas bisa saja menjadi kontrol seorang anak untuk tidak melakukan pelecehan seksual asalkan adanya sex education yang baik kepada anak.

Seberapa pentingnya sex education pada anak?

Pentingnya Sex Education

Tujuan utama Pendidikan seks (sex education) adalah sebagai suatu upaya pencegahan pelecehan maupun kekerasan seks pada anak di bidang pendidikan yang dapat membantu anak dapat dalam mengidentifikasi situasi-situasi berbahaya sehingga dapat mencegah terjadinya pelecehan seks, serta mengajarkan pada anak bentuk sentuhan yang tidak baik, bagaimana cara menolak atau mengakhiri interaksi dengan pelaku atau orang yang mencurigakan, serta bagaimana meminta pertolongan jika berada di situasi membahayakan (Finkelhor, 2008).

Sex education ini bisa menjadikan tameng ketika seorang anak dihadapkan pada situasi yang membahayakan. Baik laki-lain maupun perempuan harus dibekali sejak dini mengenai sex education karena kita tidak tahu apa yang terjadi ketika mereka berada di luar rumah. Tidak melulu perempuan yang harus menjaga diri, namun laki-laki pun harus diberi bekal sejak diri mengenai sex education ini, agar kedepannya dia tidak melakukan hal yang merugikan orang lain maupun dirinya.

Maka dari itu, yuk kita sama-sama untuk tidak lagi malu untuk memberikan Pendidikan seks kepada seorang anak demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan untuk masa depannya.

Referensi:

Simbolon, D. F. (2020). Kurangnya Pendidikan Reproduksi Dini Menjadi Faktor Penyebab Terjadinya Pelecehan Seksual Antar Anak. Doctrinal, 2(2), 625-655.

Joni, I. D. A. M., & Surjaningrum, E. R. (2020). Psikoedukasi Pendidikan Seks Kepada Guru dan Orang Tua Sebagai Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Pada Anak. Jurnal Diversita, 6(1), 20-27.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image