Rabu 15 Dec 2021 04:38 WIB

Tarif Cukai Rokok Naik, Industri Hasil Tembakau Buka Suara

Kenaikan seluruh golongan rokok yang tak memberi kesempatan industri ini pulih.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Pedagang menunjukkan rokok di kiosnya, Jakarta, Selasa (14/12/2021). Pemerintah menetapkan, kenaikan tarif rata-rata cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2022 sebesar 12%.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Pedagang menunjukkan rokok di kiosnya, Jakarta, Selasa (14/12/2021). Pemerintah menetapkan, kenaikan tarif rata-rata cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2022 sebesar 12%.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 12 persen pada 2022. Hal ini memicu kinerja hasil tembakau di Tanah Air.

Ketua Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono mengatakan kenaikan seluruh golongan rokok yang tak memberi kesempatan bagi sektor padat karya ini dapat pulih dan bertumbuh di tengah pandemi. 

Baca Juga

“Kenaikan cukai 2022 masih cukup tinggi, jauh di atas angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tentunya, ini akan berdampak pada industri padat karya. Perlu diingat, IHT adalah industri penyumbang 10 persen penerimaan pajak negara dan menyerap 6 juta tenaga kerja," kata Hananto, Selasa (14/12).

Adapun kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi terjadi pada kategori sigaret putih mesin (SPM), mulai dari 13,9 persen (golongan I) sebesar 14,4 persen (golongan II B). Bahkan kategori sigaret kretek tangan (SKT) pun tak luput dari kenaikan tarif cukai, dengan kenaikan tertinggi 4.5 persen. 

Meski demikian, Hananto menghargai pertimbangan pemerintah terhadap perlindungan tenaga kerja melalui kenaikan cukai SKT yang jauh lebih rendah dari rokok mesin. Hal ini memberikan harapan bagi industri atas keberpihakan Pemerintah terhadap segmen padat karya.

Dia menekankan segmen SKT memang memerlukan perhatian dan perlindungan lebih karena selama ini sangat terdampak pandemi Covid-19, utamanya karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mempengaruhi biaya operasional pabrik dan kapasitas produksi.

“Ada extra cost yang harus dikeluarkan oleh pabrikan sebagai upaya untuk menerapkan protokol kesehatan. Di antaranya, penyediaan masker, hand sanitizer, dan lainnya. Belum lagi terkait kapasitas pelinting di pabrik yang harus dikurangi selama pandemi demi mengikuti protokol kesehatan yang pastinya mempengaruhi kapasitas produksi SKT," ucapnya.

Pemberlakuan kebijakan per 1 Januari 2022 juga dinilai menyulitkan para pelaku IHT untuk melakukan serangkaian penyesuaian. Minimnya waktu penerapan ini, kata Hananto, diharapkan Bea Cukai juga siap untuk memenuhi permintaan pencetakan pita cukai. 

Pelaku industri tembakau juga masih menunggu realisasi resmi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai penerapan tarif cukai yang baru. Seluruh pelaku industri IHT, mulai dari hulu hingga hilir, juga akan melakukan konsolidasi internal untuk mulai menghitung secara real kenaikan harga jual eceran (HJE) produk rokok sebagai dampak kenaikan CHT.

"Implementasi kebijakan ini jangan sampai mengganggu proses produksi," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement