Selasa 14 Dec 2021 04:28 WIB

Akademisi: Pemanfaatan Energi, Lingkungan, dan Pangan Masih Tertinggal

Perencanaan energi yang matang perlu dilakukan pemerintah, akademisi dan industri.

Rep: wahyu suryana/ Red: Hiru Muhammad
(ilustrasi) Petugas mengecek instalasi di PLTP Kamojang, Garut, Jawa Barat, Rabu (8/9/2021). Pertamina menargetkan penurunan 30 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2030 diantaranya melalui pemanfaatan energi rendah karbon dan efisiensi energi sebagai komitmen perseroan terhadap implementasi Environmental, Social and Governance (ESG).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
(ilustrasi) Petugas mengecek instalasi di PLTP Kamojang, Garut, Jawa Barat, Rabu (8/9/2021). Pertamina menargetkan penurunan 30 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2030 diantaranya melalui pemanfaatan energi rendah karbon dan efisiensi energi sebagai komitmen perseroan terhadap implementasi Environmental, Social and Governance (ESG).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN--Kepala Pusat Studi Energi UGM, Prof Deendarlianto mengatakan, berbagai indikator kuantitatif menunjukkan pengelolaan dan pemanfaatan Indonesia memang masih tertinggal. Baik dalam energi, lingkungan maupun pangan yang dimiliki.

Berdasarkan data yang dirilis Dewan Energi Dunia, posisi ketahanan energi Indonesia ada di peringkat 69 dari 129 negara pada 2014. Ia merasa, akademisi dapat berperan dalam mewujudkan kedaulatan energi, lingkungan dan pangan.

Baca Juga

Tentunya, lanjut Deendarlianto, melalui karya-karya keilmuan masa depan yang dikembangkan sesuai dengan konsep dasar riset perguruan tinggi. Yaitu, research for the world of tomorrow dan kompetisi industri nasional di tingkat global.

Selama dua dekade terakhir, perguruan tinggi negara maju sangat berperan dalam membentuk proses input dan output dari inovasi keilmuan. Maka, UGM harus ambil peran penting sesuai dengan amanat didirikannya UGM sebagai kampus perjuangan. "Perencanaan energi yang matang juga perlu dikembangkan oleh perguruan tinggi dengan bekerja sama dengan pemerintah serta industri nasional untuk mewujudkan kedaulatan energi di masa depan," kata Deendarlianto di Balai Senat UGM, Senin (13/12).

Ia menilai, ilmu multiphase flow memiliki peran penting dalam rekayasa teknologi modern. Perancangan optimum, prediksi batas operasional aman dan pengendalian sistem-sistem tergantung ketersediaan model matematis realistis dan akurat.

Multiphase flow sendiri merupakan ilmu dasar di bidang teknik mesin. Dengan beberapa penerapan utamanya berhubungan dengan konversi energi yang mempelajari sebuah fenomena kompleks dari interaksi antar fasa atau wujud yang terlibat.

Beberapa aplikasi dari multiphase flow misalnya peralatan yang terkait erat pembangkit listrik tenaga nuklir, unit ekstraksi dan distilasi serta sistem pemompaan dan hidraulik. Di UGM grup riset keilmuan multiphase flow telah ada.

Dibangun di Departemen Teknik Mesin dan Industri pada 2007. Dimulai perancangan peta jalan penelitian, perancangan dan manufaktur aparatus penelitian, serta promosi grup riset mendapat mahasiswa pascasarjana dan kerja sama internasional."Grup ini telah melakukan penelitian strategis berdasarkan peta jalan penelitian yang dirancang, disesuaikan kebutuhan nasional dan kompetisi keilmuan global," ujar Deendarlianto.

Pada 2016, peneliti PSE UGM membuat peta jalan penelitian riset kebijakan energi. Termasuk, peta jalan industri otomotif nasional dalam memenuhi target konsumsi energi nasional yang diamanatkan oleh Rencana Umum Energi Nasional.

Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan telah diadopsi Kementerian Perindustrian dalam Permenperin 27/2020. Tentang spesifikasi, peta jalan, dan penghitungan nilai komponen dalam negeri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai."Ini menunjukkan pemikiran akademis dari kampus kerakyatan UGM dapat mewarnai kebijakan nasional dan merupakan perwujudan semangat UGM dalam konteks sociopreneur university," kata Deendarlianto. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement