Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bintang A. L.

Begini Perspektif Islam Saat Mengkritisi Kasus Kekerasan Seksual, Solutif

Politik | Sunday, 12 Dec 2021, 01:25 WIB

Lagi-lagi berita yang muncul tentang tindak asusila. Dari pelakunya yang masih ada hubungan darah dengan korban sampai ke kalangan penegak hukum. Tempat kejadian ada yang di rumah sendiri, sekolah atau kampus sampai pondok pesantren.

Ilustrasi: persmahasiswa.id

Ada yang bilang kalau hidup sekarang itu mengerikan. Kita serasa diintai kejahatan kapan saja dan tidak mengenal tempat, sekalipun sudah berusaha bersikap sopan secara pakaian dan tindakan. Kasus pelecehan seksual bisa terjadi di berbagai kesempatan kan? Selagi olah raga di area joging, belajar di sekolah, kuliah di kampus, kerja di kantor, pas melapor ke polisi, diam di rumah juga, bahkan ngaji ke pesantren pun masih ada yang diperkosa. Padahal pakaian udah nutup.

Kan jadi timbul pertanyaan, sebenarnya ada apa dengan manusia kini. Perkosaan dan pelecehan seksual lain adalah perbuatan yang dihasilkan dari pikiran dan pemahaman. Segala yang dipikirkan manusia merupakan hasil pengindraan fakta yang diproses dengan referensi dari sudut wawasan tertentu. Kan hewan tidak diberi karunia berpikir untuk membedakan nilai benar dan salahnya sebuah aktivitas. Hanya manusia yang memiliki akal sehingga dia punya alasan atas suatu tindakan.

Tentang perbuatan zina dan apapun yang mengarah padanya, dengan sudut agama Islam, semua itu jelas salah. Ada mekanisme pencegahan agar manusia tidak melanggar. Ada pula prosedur hukum bagi pelanggar larangan tersebut yang benar-benar menjerakan. Di sini, saya tidak sedang hendak memaparkan bahasan ini. Saya sedang menyoroti pemahaman manusia yang membuatnya mau melakukan kekejian tersebut.

Jika akal manusia diberi referensi yang salah, maka ia akan menilai fakta dengan pemahaman yang keliru dan akhirnya memiliki kesimpulan yang keliru juga. Sebagai contoh fakta perbuatan adalah hubungan seksual manusia. Hal itu bisa bernilai salah dan benar alias netral. Tergantung referensi pemahaman yang digunakan untuk menimbang. Apakah syariat atau selainnya.

Saat membahas manusia, kita akan menyadari bahwa makhluk berakal ini telah dibekali naluri berkasih sayang (gharizah nau’). Dia secara alami memiliki potensi untuk mencintai lawan jenis guna membangun rumah tangga untuk melestarikan jenis melalui fungsi biologis. Allah juga merupakan pada laki-laki dengan maskulinitas, sedangkan perempuan dengan feminitas. Kelestarian makhluk hidup juga ditentukan salah satunya dengan kemampuan berkembang biak. Itulah kenapa Allah menanamkan naluri ini kepada manusia juga.

Cara kerja gharizah nau’ dengan motivasi eksternal. Ketika organ reproduksi manusia telah siap secara fungsional, lalu ada rangsangan untuk melakukan perkawinan, ditambah ada kesempatan, maka dia akan melakukan. Ketika tidak ada aktivitas penyaluran hasrat, manusia tidak akan mati, hanya gelisah.

Tidak sebagaimana jika tidak makan, karena makan minum bukan termasuk naluri. Tetapi terkategori kebutuhan jasmani yang memang telah Allah tetapkan. Yang secara alami memiliki pemicu internal berupa rasa lapar dan haus sebab kinerja jasmani tubuh dirancang Sang Pencipta begitu adanya.

Kita lanjutkan ya. Naluri nau’ ini kalau di picu dengan tontonan pornografi, terjadi gejolak syahwat yang menuntut pemenuhan seks. Kalau dengan pemahaman bahwa seks itu bagian dari kebebebasan berperilaku dan otonomi atas tubuh, maka sah dan wajar jika manusia yang sudah terlanjur terangsang tersebut mencari objek pelampiasan.

Di sini timbangan dosa dan pahala tidak berlaku. Yang ada adalah perbuatan tersebut dilindungi oleh hak asasi manusia. Sepanjang itu dilakukan dengan bertanggung jawab atau atas dasar persetujuan pasangan, tidak apa-apa. Mengonsumsi informasi porno saja boleh karena kebebasan dan HAM, apalagi seks bebas. Di samping, memang para pelaku ini berpemahaman bahwa seks itu kebutuhan sebagaimana makan dan minum. Bisa mati kalau tidak melakukan ketika kebelet. Padahal tidak begitu. Ini hanyalah pembenaran.

Berbeda dengan syariat Islam, seks dipandang jadi halal jika ada ikatan pernikahan. Itu saja. Maka ketika belum ada, hubungan suami istri antara lelaki dan wanita masih haram. Mengenai segala pemicu timbulnya hasrat seksual, telah dilarang pula. Semua yang berbau porno tidak boleh diproduksi, didistribusikan hingga ditayangkan di berbagai media. Karena ini semua termasuk referensi pemicu yang akan memanipulasi pemahaman pada akal manusia.

Tentang interaksi manusia atau aspek sosial masyarakat. Allah sudah memberi parameter penilaian bahwa yang terbaik adalah yang paling bertakwa. Artinya derajat laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah. Tidak ada pembeda diantara keduanya seperti relasi kuasa pada narasi yang disuarakan feminis. Sepanjang berlomba-lomba menaati maunya Sang Pencipta, disitu ada kemuliaan hakiki bagi manusia.

Sesungguhnya Islam telah menetapkan bahwa kehidupan lelaki dan perempuan terpisah kecuali pada aspek yang diizinkan. Saya akan menyebut salah satu saja sebagai contoh. Interaksi dalam muamalah ekonomi seperti aktivitas jual beli di pasar. Boleh pedagang perempuan bertransaksi dengan pembeli laki-laki, sepanjang tidak terjadi khalwat. Perintah menutup aurat baik dalam rumah maupun kehidupan publik berlaku bagi keduanya. Juga aturan menjaga pandangan.

Tidak ada yang namanya anggapan bahwa hubungan pria wanita semata-mata tentang seksualitas saja. Kalau di sistem kehidupan hari ini yang menganut liberalisme dan sekulerisme akut, ada simplifikasi bahwa perempuan itu ya objek sensualisme. Makanya iklan oli diperankan aktris dengan pakaian yang mengumbar sisi feminitasnya. Apa hubungan performa pelumas mesin dengan sisi kewanitaan? Coba dipikirkan.

Akhirnya, mari kita memberantas zina dan segala pemicunya yang telah menimbulkan berbagai turunan kasus yang miris. Saya kehabisan akal menanggapi adanya inses, seks bebas, kekerasan seksual, pemuasannya yang terjadi pada hewan dan benda sampai penyimpangan orientasi seks di negara mayoritas muslim. Saya lebih speechless, mendapati hal itu sudah menjadi ranah yang diindustrialiasi seperti video porno dan perdagangan manusia.

Kenyataannya yang tidak di atur secara pasti oleh hukum di negeri ini seperti menjadi ekosistem yang mendukung. Sudahlah, ayo kita coba merubah keadaan dengan mengetengahkan perspektif Islam dalam mengatur cara kita bermasyarakat dan bernegara.

Rasulullah sudah mewariskan peraturan yang komprehensif untuk manusia berupa Al-Quran dan As-Sunnah. Selama kita berpegang teguh padanya, tidak akan nyeleneh kehidupan ini. Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Tidak peduli ada maslahat atau tidak, muslim atau kafir, laki-laki maupun perempuan, syariat Islam ada untuk menyelesaikan permasalahan manusia.[]

Oleh: Bintang A. L.
Mahasantri Program Persiapan Bahasa Arab
Ma'had Aliy, Ma'had Wakaf Syaraful Haramain

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image