Kamis 09 Dec 2021 20:42 WIB

Cerita Erick Thohir Diskusi Soal Metaverse Sampai Larut Malam

Akselerasi inovasi dan digitalisasi menjadi kunci dalam menghadapi era disrupsi.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri BUMN Erick Thohir. Erick menceritakan pengalamannya diskusi soal Metaverse sampai larut malam.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Menteri BUMN Erick Thohir. Erick menceritakan pengalamannya diskusi soal Metaverse sampai larut malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengingatkan tantangan disrupsi digital bagi Indonesia saat ini dan ke depan. Hal ini disampaikan Erick dalam acara Kick Off Indonesia Global Talent Internship (IGTI) 2021 di Jakarta, Kamis (9/12).

"Blockchain dan AI ini lebih seram lagi. Saya tiga hari lalu disuksi sampai pukul 01.00 pagi sama salah satu Mas Menteri dan bekas menteri soal Metaverse yang mana ada dunia baru yang tercipta, filosofi desentraliasi keuangan, payment bitcoin cryptocurrency dengan sistem NFT," ujar Erick.

Baca Juga

Erick menyebut hal ini seperti dunia lain, tapi pada kenyataannya benar-benar terjadi. Erick mengatakan, para perusahaan teknologi besar seperti Google dan Facebook mulai akan meluncurkan drone di seluruh dunia. 

"Bukan satelit lagi, ini akan jadi disrupsi terbesar dalam sejarah. Nah, kita siap tidak?" tanya Erick. 

Erick mengatakan, akselerasi inovasi dan digitalisasi menjadi kunci dalam menghadapi era disrupsi. Indonesia, ucap Erick, diberkahi dengan dua kekuatan utama yakni sumber daya alam (SDA) melimpah dan pasar dari jumlah penduduk yang besar.

"Alhamdulillah Allah SWT kasih kasih luar biasa, matahari, sungai, angin, geothermal, jadi kalau kita beralih (ke EBT) kita siap," ungkap Erick.

Namun begitu, Erick ingin transisi energi tak sekadar mengubah dari energi fosil ke EBT, melainkan juga memastikan nilai kompetitif dan keterjangkau bagi masyarakat. "Kalau sekadar EBT doang, nilai kompetitif tidak dijaga, industri kita makin mahal. Ditambah lagi AI dan robotik yang ada akan banyak jenis-jenis usaha yang hilang," lanjut Erick. 

Erick menilai, keberlimpahan SDA tidak akan optimal tanpa adanya inovasi dan teknologi. Erick mencontohkan pengembangan bioinformatika secara masif terhadap sektor pertanian yang dilakukan salah satu negara Afrika, Rwanda. Erick menyebut hal ini sangat berkebalikan dengan sistem pertanian di Indonesia.

"Rwanda jangan kaget, 10 tahun lagi lebih maju dari kita. Yang namanya pertanian ketika di kita masih mengandalkan pupuk yang berlebihan, air yang berlebihan, padahal kita akan alami kesulitan air bersih, tidak ada kita sistem dripping hidroponic secara masif," ucap Erick.

Karena itu, Erick telah membentuk 12 klaster BUMN sesuai dengan nilai dan rantai pasok agar bisa menjadi ekosistem yang kuat. Erick ingin BUMN memastikan terciptanya pasar yang seimbang dan tidak dimonopoli.

"Kita harus intervensi ketika kita digoyang, tapi di sisi lain ada future leadership yang bisa menjaga transformasi ke depan," kata Erick menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement