Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Alfan Mas'ud

Pengalihan Hutang Dalam Islam

Bisnis | Thursday, 09 Dec 2021, 13:50 WIB

Akad Tabarru' merupakan segala macam bentuk perjanjian yang dilakukan dengan tujuan saling tolong menolong dalam rangka berbuat kebajikan (Tabarru' berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad tabarru', pihak yang berbuat kebaikan tidak boleh meminta imbalan kepada pihak lain. Imbalan dari akad tabarru' adalah dari Allah swt, bukan dari manusia. Akad tabarru' ini memiliki berbagai macam contoh lainnya yang sering diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya yaitu qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi'ah, hibah, wasiat, dan wakaf. Diantara contoh lain dari akad tabarru' ini adalah pengalihan hutang yaitu akad hiwalah.

Hawalah/Hiwalah menurut etimologi berarti pengalihan atau pemindahan (al-intiqal). Sedangkan menurut terminologi, hawalah/hiwalah adalah akad yang menghendaki pemindahan pengalihan hutang dari tanggung jawab seseorang kepada tanggung jawab orang lain.

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad akad hawalah dibolehkan dalam Islam berdasarkan Hadis Nabi Saw dan Ijma’ para ulama. a. Hadis Nabi riwayat Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:

.مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتَّبِعْ

“Menunda-nunda pembayaran utang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah” (HR. Bukhari).

b. Hadis Nabi riwayat Imam Ahmad dan al-Baihaqi dari Ibnu Umar, Nabi s.a.w. bersabda:

.مَنْ أُحِيْلَ بِحَقِّهِ عَلَى مَلِيءٍ فَلْيَحْتَلْ

“Siapa saja yang dialihkan hak-nya pada yang mampu maka dia harus menerima pengalihan itu.”

c. Ijma’. Para ulama sepakat atas kebolehan akad hawalah.

Hawalah sah jika terpenuhi syarat dan rukumnnya. Rukun hawalah terdiri dari:a. Pihak yang berhutang dan berpiutang (muhil), b. Pihak yang berpiutang (muhal), c. Pihak yang berhutang dan berkewajiban membayar hutang kepada muhil (muhal ‘alaih).,

d. Hutang muhil kepada muhal (muhal bih), e. Hutang muhal alaih kepada muhil, dan; f. Ijab qabul (sighat).

Dari uraian tentang rukun hawalah, ada tiga pihak yang terlibat dalam hawalah, adapun syarat-syarat untuk masing-masing pihak adalah;a. Pihak yang berhutang dan berpiutang (muhil), disyaratkan cakap melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baligh, dan berakal. Hawalah tidak sah jika dilakukan oleh anak-anak, meskipun ia sudah mengerti (mumayyiz), ataupun dilakukan oleh orang yang gila. Selain itu muhil harus menyatakan persetujuannya (ridha). Adanya persyaratan ini berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian orang merasa keberatan dan terhina harga dirinya, jika kewajiban untuk membayar utang dialih-alihkan kepada pihak lain, meskipun pihak lain itu memang berutang padanya.b. Pihak yang berpiutang (muhal) disyaratkan cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal, sebagaimana pihak pertama. Selain itu, muhal hendaknya juga memberikan pernyataan persetujuan terhadap pihak muhiil yang melakukan hawalah. Persyaratan ini berdasarkan pertimbangan bahwa kebiasaan orang dalam membayar utang berbeda-beda, ada yang mudah dan adayang sulit membayarnya, sedangkan menerima pelunasan utang itu merupakan hak pihak muhal. Jika perbuatan hawalah dilakukan secara sepihak saja, pihak muhal dapat saja merasa dirugikan, misalnya apabila ternyata bahwa pihak muhal ‘alaih sulit membayar utang itu.c. Pihak yang berhutang dan berkewajiban membayar hutang kepada muhil (muhal ‘alaih), disyaratkan cakap melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, selain tu, menurut madzhab Hanafi, ia juga harus memberikan pernyataan persetujuannya. Walaupun demikian, madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali tidak mensyaratkan hal itu. Alasan ulama Hanafi adalah, tindakan hawalah merupakan tindakan hukum yang melahirkan pemindahan kewajiban kepada pihak ketiga untuk membayar utang kepada pihak kedua. Atas dasar itu, kewajiban itu hanya dapat dibebankan kepadanya, jika ia menyetujui akad hawalah. Imam Abu Hanifah dan Muhammad al-Hasan asy-Syaibani menambahkan bahwa qabul (pernyataan menerima akad) harus dilakukandengan sempurna oleh pihak ketiga di dalam suatu majlis akad. d. Adapun syarat yang diperlukan terhadap utang yang dialihkan (al-muhal bih) adalah:

1) Yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang piutang yang sudah pasti. Jika yang dialihkan itu belum merupakan utang piutang yang pasti, misalnya, mengalihkan utang yang timbul akibat jual yang masih berada dalam masa khiyar (tenggang waktu yang dimiliki pihak penjual dan pembeli untuk mempertimbangkan apakah akad jual beli dilanjutkan atau dibatalkan), maka hawalah tidak sah.,2) Apabila pengalihan utang itu dalam bentuk al-hawalah al-muqayaadah, semua ulama fiqh sepakat bahwa baik utang pihak pertama kepada pihak kedua, maupun utang pihak ketiga kepada pihak pertama, mestilah sama jumlah dan kualitasnya. Ulama dari mazhab Syafi’i menambahkan bahwa kedua utang itu mesti sama pula waktu jatuh tempo pembayarannya. Jika terjadi perbedaan waktu jatuh tempo pembayaran diantara kedua utang itu, maka hawalah tidak sah.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengalihan hutang (hawalah/hiwalah) diperbolehkan apabila telah memenuhi rukun-rukun serta syarat-syarat yang telah di tetapkan oleh para ulama.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image