Selasa 07 Dec 2021 19:49 WIB

Menkeu Pepet ADB untuk Cari Pendanaan Energi Bersih

Transformasi Indonesia ke energi bersih jadi tanggung jawab global.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Indonesia telah berdiskusi dengan Asian Development Bank (ADB) untuk percepatan transisi energi.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Indonesia telah berdiskusi dengan Asian Development Bank (ADB) untuk percepatan transisi energi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk bisa mewujudkan energi bersih dan karbon netral di Indonesia butuh dana yang tidak sedikit. Untuk itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan telah berdiskusi dengan Asian Development Bank (ADB) untuk percepatan transisi energi.

Sri Mulyani mengatakan kepada ADB, Indonesia bisa saja ikut beralih ke energi bersih. Hanya saja, Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya dan begitu besar. Sehingga jika batu bara dan minyak bumi tak lagi dapat digunakan, maka harus ada biaya yang dikeluarkan untuk mengganti sumber daya alam tersebut.

Baca Juga

"Kalau global menginginkan Indonesia mentransformasi dari nonrenewable menjadi renewable ini tanggung jawab global. Indonesia punya natural resources yang sangat kaya, " ujar Sri Mulyani, Selasa (7/12).

Kata dia, investasi pembangkit energi terbarukan seperti panas bumi dan hidro membutuhkan belanja yang begitu besar. Meskipun memiliki dampak positif, tapi dari segi pendanaan juga butuh dukungan yang luar biasa. Belum lagi pengembangan panas bumi yang memiliki tingkat risiko tinggi.

Tak hanya itu, kebijakan mengenai risiko penetapan tarif dalam jangka menengah panjang juga perlu didetailkan. Terutama dalam kerangka mekanisme transisi energi yang mendukung komitmen Indonesia.

"Apakah ada dampak fiskalnya? Sangat banyak. APBN memiliki banyak instrumen konsekuensinya harus kita jaga. APBN enggak boleh rusak atau sakit. APBN harus sehat guna mendukung pemulihan ekonomi apalagi masih dalam situasi pademi," kata dia.

Namun bukan berarti APBN tak sanggup untuk memberikan insentif guna menuju tercapainya transformasi energi. Presiden, kata Sri Mulyani, baru saja mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Menurutnya kebijakan ini merupakan langkah awal bagi munculnya mekanisme pasar karbon sebagai suatu alat untuk melakukan komitmen dalam net zero emission Indonesia. Dengan kebijakan ini, pemerintah dapat menciptakan pertukaran bagi mereka yang memiliki kontribusi cukup besar dalam menurunkan emisi dan mereka yang menghasilkan karbon.

"Kalau trading tidak sempurna kita masih punya instrumen baru yakni carbon tax," ujar Sri Mulyani.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement