Selasa 07 Dec 2021 06:12 WIB

DPD Dorong Presidential Threshold 0 Persen

Presidential threshold 20 persen menurut DPD membuat demokrasi tidak sehat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Gita Amanda
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (Waket DPD) RI Sultan B Najamudin menilai perlunya mengubah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold menjadi 0 persen.
Foto: DPD
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (Waket DPD) RI Sultan B Najamudin menilai perlunya mengubah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold menjadi 0 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin menilai perlunya ada perubahan substansi dalam praktek demokrasi dan hulu konstitusi. Salah satunya dengan mengubah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold menjadi 0 persen.

"Kita juga membahas presidential threshold 20 persen yang menurut DPD RI sangat menggangu yang membuat demokrasi kita tidak sehat," ujar Sultan lewat keterangan tertulisnya, Senin (6/12).

Ia mengatakan, titik sambung dari gagasan dan perjuangan itu yang membuat DPD perlu memperjuangkan bersama-sama demi kemajuan bangsa. Tentunya untuk kesehatan demokrasi dan konstitusi Indonesia.

"Perbincangan lainnya kita sifatnya hanya mendengar saja. Sedangkan untuk kelembagaan akan kami follow up dengan alat-alat kelengkapan DPD RI yang ada," ujar Sultan.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tujuannya, untuk meminta penghapusan presidential threshold menjadi nol persen.

"Jika nol persen maka akan banyak calon pemilihan presiden yang muncul di 2024 mendatang. Semoga salah satu calon itu bisa berasal dari DPD RI," ujar Refly.

Beberapa waktu lalu, Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti juga menilai ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) penuh dengan mudarat. Merujuk dua pilpres terakhir yang hanya mengikutkan dua kandidat calon presiden, LaNyalla memandang ambang batas pencalonan presiden justru  menyumbang polarisasi tajam di masyarakat, akibat minimnya jumlah calon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement