Senin 06 Dec 2021 21:01 WIB

PBB Minta Militer Myanmar Setop Gunakan Kekuatan Berlebihan

Pasukan keamanan menabrakkan mobil ke kerumunan pengunjuk rasa antikudeta.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Aksi protes di Yangon, Myanmar, Selasa (30/11).
Foto: AP Photo
Aksi protes di Yangon, Myanmar, Selasa (30/11).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta militer Myanmar atau siapapun untuk bertanggung jawab, karena menggunakan kekuatan berlebihan terhadap warga sipil yang tak bersenjata. Pernyataan tersebut diungkapkan setelah pasukan keamanan menabrakkan mobil ke kerumunan pengunjuk rasa antikudeta yang menewaskan lima orang.

"Mereka yang bertanggung jawab atas penggunaan kekuatan yang berlebihan dan tidak proporsional terhadap warga sipil tak bersenjata harus dimintai pertanggungjawaban,” kata koordinator residen PBB di Myanmar, Ramanathan Balakrishnan.

Baca Juga

Berdasarkan sejumlah foto dan video yang beredar di media sosial, sebuah kendaraan yang melaju kencang menabrak sekelompok pengunjuk rasa anti-kudeta pada Ahad (5/12) di Yangon. Saksi mata mengatakan kepada Reuters, puluhan orang terluka akibat insiden tersebut.

Portal berita Myanmar Now mengatakan, insiden penabrakan terjadi beberapa menit setelah aksi flash mob yang memprotes kudeta militer 1 Februari telah dimulai. Selain korban tewas, pasukan keamanan menangkap belasan peserta aksi protes. 

Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah mengatakan, pasukan keamanan membubarkan kerusuhan yang dinilai melanggar hukum, dan menangkap delapan pengunjuk rasa. Mereka yang ditangkap akan menghadapi tindakan hukum. Salah satu pengunjuk rasa pada Ahad mengatakan, dia jatuh setelah ditabrak kendaraan sebelum melarikan diri.

“Seorang tentara memukuli saya dengan senapannya tetapi saya membela dan mendorongnya kembali. Kemudian dia langsung menembak saat saya melarikan diri dengan pola zig-zag,” kata pengunjuk rasa, yang menolak disebutkan namanya karena alasan keamanan.

Dua orang saksi mengatakan, mobil yang dikendarai oleh tentara menabrak massa dari arah belakang.Tentara mengejar pengunjuk rasa yang berhamburan dan menangkapnya. Bahkan, para tentara juga melakukan pemukulan. Beberapa terluka dengan luka di kepala dan tidak sadarkan diri.

Protes anti-militer terus berlanjut sejak kudeta pada 1 Februari. Aksi protes yang tersebar seringkali merupakan kelompok kecil yang menyuarakan penentangan terhadap penggulingan pemerintahan terpilih, yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi dan kembalinya kekuasaan militer. 

Sejauh ini, sekitar 1300 orang telah terbunuh sejak aksi protes. Militer mengatakan bahwa, pengunjuk rasa yang terbunuh melakukan penghasutan dan kekerasan.  

Sejak kudeta, perang dengan pemberontak etnis minoritas di daerah perbatasan terpencil di utara dan timur telah meningkat secara signifikan. Menurut PBB, konflik di perbatasan telah membuat puluhan ribu warga sipil mengungsi dan melarikan diri. 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement