Ahad 05 Dec 2021 23:30 WIB

Seberapa Buruk Luka Bakar Korban Erupsi Semeru?

Sebagian besar korban erupsi Semeru didominasi menderita luka bakar.

Jalur material awan panas letusan Gunung Semeru tertutup abu vulkanis di Sumber Wuluh, Lumajang, Jawa Timur, Ahad (5/12/2021). Dampak letusan Gunung Semeru menyebabkan sejumlah jalan penghubung jalur Lumajang-Malang tersebut tertutup dan jembatan putus.
Foto: Antara/Umarul Faruq
Jalur material awan panas letusan Gunung Semeru tertutup abu vulkanis di Sumber Wuluh, Lumajang, Jawa Timur, Ahad (5/12/2021). Dampak letusan Gunung Semeru menyebabkan sejumlah jalan penghubung jalur Lumajang-Malang tersebut tertutup dan jembatan putus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan, Eka Jusuf Singka, mengatakan, korban luka berat dari erupsi gunung Semeru, Jawa Timur, didominasi luka bakar sehingga membutuhkan penanganan khusus dari dokter spesialis. "Khusus luka bakar dievakuasi ke rumah sakit yang memenuhi syarat," katanya, Ahad (5/12).

Terdapat lima rumah sakit di Kabupaten Lumajang yang menjadi rujukan pasien luka bakar pada kondisi keparahan di atas 20 persen. Dinas kesehatan setempat juga menambah kapasitas pelayanan dengan melibatkan fasilitas rumah sakit dari Surabaya dan Malang untuk antisipasi lonjakan pasien.

Baca Juga

Eka mengatakan, penanganan pasien luka bakar melibatkan dokter dari Persatuan Ahli Bedah Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, Palang Merah Indonesia dan seluruh lembaga swadaya masyarakat yang bekerja di bidang kesehatan.

Berkaitan dengan luka bakar, Ketua Perhimpunan Bedah Plastik Indonesia, dr Najat, mengatakan, luka bakar dibagi atas klasifikasi besaran luas dan dalam pada luka yang dialami pasien. Contoh luka ringan, seperti kecelakaan di rumah saat tersiram percikan air panas atau minyak goreng yang tidak memerlukan perawatan rumah sakit, cukup dengan salep pereda sakit.

Namun, luka bakar dengan klasifikasi sedang hingga kritis memerlukan penanganan khusus. Contohnya luas luka bakar pada dewasa di atas 20 persen atau pada anak 10 persen. 

"Atau kedalaman luka juga ada derajatnya, dangkal hingga dalam yang menggambarkan kerusakan jaringan kulit," ujarnya saat dikonfirmasi di Jakarta.

Najat mengatakan, semakin tinggi suhu dan dan semakin lama kontak sumber panas dengan tubuh, maka luka bakar semakin bertambah dalam. Pada kasus erupsi Gunung Semeru, kata Najat, mayoritas korban menghirup abu vulkanik maupun awan panas hingga membakar jalur pernapasan. 

Kondisi itu menyebabkan pembengkakan saluran napas sehingga terjadi sesak. Korban meninggal akibat erupsi Semeru diduga kuat akibat menghirup hawa panas yang mengganggu saluran napas. Kondisi itu sangat cepat membuat seseorang meninggal. 

"Kalau jalan napas tersumbat, hitungan detik pasien sudah meninggal," katanya.

Gejala lanjutan gangguan pernapasan adalah masalah cairan pada pembuluh darah saat tubuh yang terbakar membengkak atau syok. "Masalah pernapasan dan syok adalah pengelolaan di fase awal. Pemberian oksigen dan cairan itu kebutuhan awal. Kalau itu tertangani baru ke luka bakar," katanya.

Pada tahap perawatan luka bakar, kata Najat, bagian jaringan yang rusak butuh dibersihkan. Bagian kulit rusak dioperasi tandur atau cangkok kulit yang hanya bisa dilakukan oleh dokter bedah plastik. Proses penyembuhan luka bakar juga tergantung pada klasifikasi luka yang dialami pasien. 

"Kalau berat sekali tidak tertolong meninggal, kalau sembuh ada potensi cacat. Bisa sampai sebulan untuk tandur kulit, belum lagi kendala penyakit penyerta. Proses penyembuhan bisa terhambat," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement