Ahad 05 Dec 2021 14:42 WIB

Militer Myanmar Tabrakkan Mobil ke Kerumunan Aksi Protes

Militer Myanmar tabrakkan mobil ke kerumunan protes antikudeta pada Ahad (5/12).

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Demonstran berbaris di jalan selama protes di Yangon, Myanmar. Militer Myanmar tabrakkan mobil ke kerumunan protes anti-kudeta pada Ahad (5/12). Ilustrasi.
Foto: Reuters
Demonstran berbaris di jalan selama protes di Yangon, Myanmar. Militer Myanmar tabrakkan mobil ke kerumunan protes anti-kudeta pada Ahad (5/12). Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pasukan keamanan menabrakkan sebuah mobil di tengah kerumunan aksi protes anti-kudeta pada Ahad (5/12) pagi di Yangon. Setidaknya puluhan pengunjuk rasa terluka akibat insiden tersebut.

Sebuah mobil menabrak kerumunan aksi protes "flash mob" di Yangon. Insiden terjadi beberapa menit setelah aksi tersebut dimulai. Saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa polisi menangkap beberapa pengunjuk rasa.

Baca Juga

“Saya tertabrak dan jatuh di depan truk. Seorang tentara memukuli saya dengan senapannya, tetapi saya membela diri dan mendorongnya mundur. Kemudian dia langsung menembak saya, kemudian saya kabur dengan pola zig-zag. Untungnya saya lolos,” kata seorang pengunjuk rasa yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan.

Sebuah mobil sipil yang dikendarai tentara menabrak massa dari belakang. Pasukan militer kemudian menangkap dan memukuli para pengunjuk rasa. Menurut para saksi, beberapa pengunjuk rasa terluka parah, dengan luka di kepala dan tidak sadarkan diri. Seorang juru bicara junta tidak menanggapi permintaan komentar.

Protes antimiliter terus berlanjut sejak kudeta pada 1 Februari. Aksi protes yang tersebar sering kali merupakan kelompok kecil yang menyuarakan penentangan terhadap penggulingan pemerintahan terpilih, yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi, dan kembalinya kekuasaan militer.

Sejauh ini, sekitar 1.300 orang telah terbunuh sejak aksi protes. Militer mengatakan pengunjuk rasa yang terbunuh melakukan penghasutan dan kekerasan.  

Sejak kudeta, perang dengan pemberontak etnis minoritas di daerah perbatasan terpencil di utara dan timur telah meningkat secara signifikan. Menurut PBB, konflik di perbatasan telah membuat puluhan ribu warga sipil mengungsi dan melarikan diri.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement