Legislator Sebut UU Ciptaker tak Adil Bagi Difabel

Difabel seharusmya tetap memiliki hak untuk bekerja, kewirausahaan dan koperasi.

Sabtu , 04 Dec 2021, 13:16 WIB
 Anggota Fraksi PKS DPR RI  Kurniasih Mufidayati
Foto: dok. Media Kurniasih Mufidayati
Anggota Fraksi PKS DPR RI Kurniasih Mufidayati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyebut perbaikan UU Ciptaker perlu mendengar masukan dari difabel. Menurutnya, penyandang disabilitas merasa dirugikan dengan pemberlakuan UU Ciptaker tersebut.

"Jika yang bermasalah adalah proses pembuatan UU Cipta Kerja yang tidak melibatkan banyak pihak maka hal ini harus diperbaiki dengan mendengarkan aspirasi teman-teman penyandang disabilitas yang merasa dirugikan dalam UU Cipta Kerja," kata Mufida dalam keterangan, Sabtu (4/12).

Baca Juga

Dia menyebut kesetaraan bekerja juga harus dimiliki oleh para difabel. Dia mengingatkan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas secara tegas mengatur bahwa difabel tetap memiliki hak untuk bekerja, kewirausahaan dan koperasi.

Menurut Mufida, keberatan yang disampaikan penyandang disabilitas adalah penyebutan kata 'cacat' dalam UU Ciptaker yang dalam UU Penyandang Disabilitas sudah tidak lagi digunakan kata tersebut.

Dia mengatakan, selain itu UU Ciptaker menganulir ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 24 angka 13 UU Ciptaker yang menghapus ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Mufida mengatakan, penghapusan ini telah menghilangkan hak para difabel dalam mendapatkan kemudahan akses bangunan gedung. Legislator Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, kondisi itu justru menyulitkan para pencari kerja dari kalangan penyandang disabilitas.

"Bekerja adalah hak setiap warga negara termasuk mereka penyandang disabilitas. Kalau aturannya saja tidak berpihak, bagaimana dengan akses kesetaraan dalam bekerja?" katanya.

Dia melanjutkan, selain itu aturan durasi pekerja dengan perjanjian kerja dalam waktu tertentu (PKWT) yang otomatis menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) setelah tiga tahun yang dihapus UU Cipta Kerja dinilai ikut berdampak pada pekerja difabel.

"Teman-teman difabel merasa tidak mendapat kepastian, sebab jikapun peralihan ke PKWTT jangka waktunya lebih tidak tentu, teman-teman difabel khawatir pengusaha lebih menomorsatukan pekerja dengan fisik yang lebih sempurna dibanding teman-teman difabel," katanya.

Menurutnya, penting bagi pemerintah dan DPR untuk mendengarkan masukan dari penyandang disabilitas. Hal tersebut dia sampaikan sekaligus memperingati Hari Disabilitas Internasional. "Jangan sampai seremoni Hari Disabilitas hanya lips service tanpa ada keberpihakan yang nyata bagi mereka," ungkap Mufida.

rizkyan adiyudha