Jumat 03 Dec 2021 18:45 WIB

RK Bahas Kepemimpinan Indonesia Juara di Fisip UGM

Calon pemimpin harus memiliki strategi-strategi jitu untuk mengatasi berbagai problem

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Ridwan Kamil dalam diskusi Fisipol Leadership Forum: Road to 2024, di Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (2/12).
Foto: Istimewa
Ridwan Kamil dalam diskusi Fisipol Leadership Forum: Road to 2024, di Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) hadir secara khusus dalam  acara diskusi Fisipol Leadership Forum: Road to 2024, di Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (2/12). Dalam kesempatan tersebut RK menyampaikan banyak hal. Salah satunya adalah soal persatuan di Indonesia. 

Ridwan Kamil merasa, saat ini, Indonesia masih saja terbelah menjadi dua kubu. Keduanya, kerap ribut terutama di media sosial. 

Oleh karena itu, menurut Ridwan Kamil, kedatangannya ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ingin membawa pesan damai dan persatuan itu. Dia kemudian mencontohkan bagaimana ada nama Pajajaran dan Siliwangi di Yogyakarta. 

"Bak berbalas pantun, kami di Bandung juga ada nama Jalan Hayam Wuruk dan Majapahit," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil.

Emil juga menyebut, tantangan menjadi seorang pemimpin Indonesia sangat beragam. Apalagi, di era yang penuh dengan keterbukaan informasi saat ini. Yakni, mulai dari tantangan kesehatan masyarakat, investasi, ekonomi, dan sebagainya. Hal tersebut membuat seorang calon pemimpin harus memiliki strategi-strategi jitu untuk mengatasi berbagai problem mendatang, yang pasti semakin kompleks.  

"Berbagai strategi yang harus dihadapi itu setidaknya ada tujuh. Harus jadi juara investasi, kedaulatan pangan, infrastruktur kesehatan, manufakturing 4.0, digital,  ekonomi hijau, dan pariwisata regional," katanya. 

Emil mengatakan, salah satu ciri pemimpin adalah harus visioner. Emil pun, mengajak untuk belajar dari Bung Karno yang memiliki pemikiran jangka panjang. Menjalankan politik arsitektur. Selain itu, ia juga menjelaskan, memiliki filosofi politik dengan dua nilai. Akal sehat dan tahu diri.  

"Filosofi akal sehat kadang membuat saya melawan arus. Contohnya ketika saya menolak pemerintah Indonesia mau mengimpor beras, karena petani di Jabar, petani beras," katanya.

Sementara politik tahu diri, kata dia, adalah ia harus memahami kekurangan dan melihat apa yang ada di depan mata. Sehingga, tidak melakukan hal-hal yang jauh melebihi apa yang ada di depan mata dan akal sehat. 

Menurutnya, hal itu sangat penting untuk dimiliki oleh generasi pemimpin masa depan. Karena, dengan begitu, seseorang akan menjadi pemimpin yang mampu menyuarakan segala hal yang dirasakan oleh masyarakat.  

Seorang pemimpin yang baik, kata dia, dituntut tidak menolak adanya perubahan peradaban, seperti teknologi. Dalam hal ini pemimpin justru harus mengikuti perkembangan teknologi tersebut untuk menjalankan berbagai program. Misalnya, yang dilakukan oleh Emil, menyeleksi orang untuk menduduki sebuah jabatan sesuai catatan penilaian sebuah sistem.  

"Salah-satunya daerah yang tidak mengikuti lelang jabatan di republik ini, adalah Jawa Barat. Itu karena sistem, Artificial Intelligence (AI) -nya kami dalam menyeleksi orang, sehingga tidak ada lagi jual beli jabatan," katanya. 

Emil juga berbicara soal manuver politik yang bakal ia tempuh dalam waktu dekat. Salah satunya adalah dengan masuk ke partai politik. 

Hal itu untuk menegaskan posisinya dalam persaingan menuju ajang Pilpres 2024 atau pemilihan Gubernur Jawa Barat untuk periode keduanya. Meski tidak menyebutkan nama partai yang akan dipilih, Emil mengatakan partai yang bakal ia pilih adalah partai yang berpandangan Pancasila. 

Emil memang diundang khusus oleh Fisipol UGM untuk menyampaikan gagasannya. Dalam kesempatan tersebut, Emil juga menyampaikan gagasan politiknya. Ia menyebut politiknya adalah politik jalan tengah. 

"Politik jalan tengah yang saya pilih. Bagi saya jalan tengah itu kebutuhan kita pada hari ini, untuk merangkul agar tidak terlalu ke kanan dan kiri. Meski dianggap tidak jelas," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement