Jumat 03 Dec 2021 17:54 WIB

Peluang dan Tantangan Bank Syariah pada 2022

OJK telah mengeluarkan Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 2020-2025.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Perbankan Syariah.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Perbankan Syariah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketidakpastian kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19 menyebabkan bank semakin berhati-hati untuk menyalurkan pembiayaannya. Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nyimas Rohmah mengatakan hal ini terlihat sejak Agustus 2020 saat pertumbuhan pembiayaan turun hingga berada pada posisi di bawah pertumbuhan aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK).

"Diharapkan pada 2022, perbaikan kinerja sektor ekonomi membuat bank-bank akan lebih terdorong untuk menyalurkan pembiayaan di tahun 2022," katanya dalam LPPI Sharia Economics and Finance Outlook 2022, Jumat (3/12).

Baca Juga

OJK telah mengeluarkan Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 2020-2025 sebagai panduan bagi industri. Tiga pilar utamanya diharapkan bisa menjadi strategi untuk meningkatkan peran dalam pemulihan ekonomi nasional, sekaligus memperbesar pangsa pasar.

Tiga pilar tersebut yakni penguatan identitas perbankan syariah, sinergi ekosistem ekonomi syariah, dan penguatan perizinan, pengaturan, serta pengawasan. Disamping itu, ada juga panduan terkait kepemimpinan, manajemen perubahan, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, infrastruktur teknologi informasi, serta kolaborasi sektoral.

Nyimas mengatakan OJK mendorong pengembangan keuangan syariah dengan regulasi-regulasi. Misal dari sisi penguatan permodalan di bank syariah, OJK telah mengeluarkan peraturan kenaikan modal inti bank agar meningkatkan daya saing.

Penguatan permodalan ini bisa dilakukan dengan konsolidasi, penambahan modal dari induk, dan rencana pengembangan usaha. Ekspansinya juga harus menganut keunikan produk perbankan syariah, dan menggunakan akselerasi digital.

Direktur Utama BSI, Hery Gunardi mengatakan, tahun 2022 juga memiliki tantangan bagi perbankan. Seperti tidak meratanya pemulihan ekonomi dan pencabutan kebijakan relaksasi.

Beberapa sektor ekonomi mampu pulih lebih cepat dan kembali ke jalur pertumbuhan positif. Namun sektor yang berhubungan erat dengan mobilitas masyarakat cenderung rentan terkontraksi ketika terjadi pembatasan kegiatan.

"Melandainya kasus Covid-19 juga mendorong pemerintah untuk mulai normalisasi kebijakan fiskal dan insentif lainnya, perbankan perlu mengantisipasinya agar tidak menimbulkan shock terhadap kinerja," katanya.

Selain itu, normalisasi kebijakan moneter di negara maju juga akan berdampak terhadap pergerakan suku bunga emerging market. Dengan kemungkinan kenaikan The Fed Rate di tahun 2022, diperkirakan suku bunga acuan Indonesia terus meningkat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement