Jumat 03 Dec 2021 13:48 WIB

Islam dan Disabilitas

Islam sungguh menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kesetaraan, empati sosial.

Ilustrasi Membaca Al-Quran Disabilitas
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Membaca Al-Quran Disabilitas

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Ina Salmah Febriani

Sebagai agama yang menjunjung tinggi keadilan universal dan empati sosial, Islam secara tegas menegakkan nilai-nilai tersebut dalam sekian banyak ayatnya. Beberapa di antaranya ialah nilai-nilai universalitas Islam seperti pertama, al-musawa (kesetaraan/equality dalam surat Al-Hujurat: 13). Kedua, al-‘adalah (keadilan/justice dalam surah An-Nisa’/4: 135 dan Al-Maidah/5: 8). Ketiga, al-hurriyyah (kebebasan/freedom dalam surah At-Taubah/9: 105). Salah satu dari empat ayat yang telah disebutkan, surah al-Hujurat/ 49: 13 mewakili isyarat kesetaraan (derajat) manusia di hadapan Allah.

Baca Juga

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Ayat yang tertulis di atas adalah stressing/ penekanan dari ayat-ayat yang berbunyi sebelumnya yakni tentang penegasan bahwa semua orang mukmin ialah bersaudara (ikhwah) pada ayat 10. Berikutnya mengenai larangan untuk melontarkan kata-kata yang kurang elok (menghina, mencaci maki, verbal bullying) antar satu kaum dengan kaum lain, antara satu perempuan dengan perempuan lain, larangan mencela, larangan memanggil dengan panggilan yang buruk, pada ayat 11. Berikutnya, pada ayat 12, Allah melanjutkan tuntunan-Nya mengenai larangan untuk berprasangka (sebab sebagian prasangka itu itsmun/ dosa), mencari-cari kesalahan (tajassas) orang lain, dan menggunjing (yaghtab) sesama. Akhir ayat 12 ini Allah tegaskan pula bahwa semua dosa yang tersebut di atas, diumpamakan seperti perilaku seseorang yang buruk (memakan daging saudaranya sendiri) yang tentu kita semua merasa jijik terhadapnya.

Berikutnya, pada ayat 13 Allah kembali memberikan informasi bahwa semua manusia baik laki-laki dan perempuan, Allah ciptakan dengan sangat banyak, berkembang biak, beranak pinak, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar bisa saling mengenal satu sama lain (li-ta’aarafu) bukan merasa akram/ paling mulia atau lebih unggul di banding yang lain. Melalui penciptaan tersebut dengan segala perbedaan yang ada, tak lantas membuat manusia merasa lebih superior (unggul) dari pada yang lain baik karena jabatan, harta, kedudukan, warna kulit, derajat, kasta, strata sosial atau sifat-sifat materil lainnya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan manusia setara di hadapan-Nya. Hanya satu tolok ukur yang membedakan manusia satu dengan lainnya— bukan sifat-sifat materil lagi melainkan derajat ketakwaan merekalah yang menjadi jaminan kemuliaan seseorang.

Tuntunan surah al-Hujurat/49: 10-13 ini menjadi dasar bahwa Islam sungguh menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kesetaraan, empati sosial kepada siapapun terlebih pada mereka yang terlahir dengan keistimewaan yang tidak dimiliki manusia pada umumnya. Mereka yang diuji keterbatasan fisik, mentalnya namun tetap harus berjuang untuk survive (bertahan) melanjutkan kehidupan. Mereka ialah para penyandang disabilitas.

Disabilitas sendiri dikelompokkan sebagai 4 kategori dalam UU No 8 tahun 2016 ialah sebagai; disabilitas fisik, disabilitas mental, disabilitas intelektual dan disabilitas sensorik. Dari empat kategori ini, hasil Riskesdas 2018 mendapatkan 3,3% anak umur 5-17 tahun yang mengalami disabilitas. Provinsi dengan proporsi disabilitas anak tertinggi adalah Sulawesi Tengah (7,0%), Kalimantan Utara, dan Gorontalo (masing-masing 5,4%), sedangkan proporsi terendah di Provinsi Sulawesi Barat, Lampung dan Jambi (masing-masing 1,4%).

Sementara itu, tingkat disabilitas orang dewasa (18-59 tahun) memiliki proporsi sebesar 22,0%, tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah (40,6%), Sulawesi Selatan (33,6%), dan DI Yogyakarta (33,2%), terendah di Provinsi Lampung (13,8%), Kepulauan Riau (14,0%) dan Jambi (14,2%).

 

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement