Kamis 02 Dec 2021 14:04 WIB

Menanti Nasib Karamba di Kawasan Rawapening

Alat tangkap branjang sudah diimbau untuk tidak beroperasi di tengah danau.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Sejumlah nelayan melakukan aktivitas menangkap ikan di danau Rawapening, wilayah Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.
Foto: Republika/bowo pribadi
Sejumlah nelayan melakukan aktivitas menangkap ikan di danau Rawapening, wilayah Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sejalan dengan program revitalisasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kawasan Danau Rawapening di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, bakal dikembangkan menjadi kawasan perikanan tangkap ramah lingkungan. Tujuan pola tangkap ikan ramah lingkungan, tak lain untuk menjamin mutu ekosistem kawasan Rawapening yang diselaraskan dengan kepentingan pengembangan ekonomi di sektor pariwisata serta kebutuhan konservasi air.

Tak pelak, isu terkait keberlanjutan aktivitas perikanan dari sisi sosial masyarakat di sekitar Rawapening sangat dinanti. Terutama dengan nelayan yang selama ini mengupayakan budi daya melalui karamba. Seperti diketahui, saat ini jumlah nelayan Rawapening mencapai 1.500-an orang dan berasal dari empat kecamatan, yang meliputi Kecamatan Ambarawa, Banyubiru, Tuntang dan, Bawen.

Selain melakukan aktivitas tangkap secara tradisional (menjala dan mengail) juga ada komunitas nelayan dengan alat tangkap branjang, termasuk nelayan yang selama ini membudidayakan ikan dengan karamba. Persoalan ini kembali mengemuka saat sebagian nelayan Rawapening, baru-baru ini menerima polis asuransi dari Pemprov Jateng.

Asuransi tersebut bakal menjamin mereka mendapatkan jaminan jika terjadi kecelakaan saat beraktivitas di Rawapening. Pada kesempatan tersebut, Kepala Seksi Perikanan Tangkap, Dinas Pertanian Peternakan dan Ketahanan Pangan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang, Wekas Sawitri menjelaskan, pada 2021 ini para nelayan akan diajak berdialog untuk menata pola penangkapan ikan di Rawapening paska revitalisasi.

Nantinya, jelas Sawitri, para nelayan yang beraktivitas di Rawapening diwajibkan untuk menggunakan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan dan mendjkung kelestarian kawasan Rawapening. Karena itu, aktivitas perikanan seperti pemakaian alat tangkap branjang atau karamba, nantinya tidak akan diperbolehkan di Rawapening.

Para nelayan akan diarahkan untuk menggunakan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan. "Hal itu bakal dilakukan untuk menjaga mutu ekosistem rawa dan diselaraskan dengan kepentingan pariwisata serta kawasan Rawapening sebagai kawasan konservasi sumber air,” katanya.

Terkait hal ini, salah satu nelayan Karamba, Koko Kumarulloh, menyampaikan perihal rencana penataan pola tangkap ikan di danau Rawapening memang belum ada sosialisasi lebih detil. Namun soal rencana tersebut ia sudah mendengar langsung dari BBWS Pemali-Juwana.

Perihal informasi penataan karamba ikan di danau Rawapening memang sempat disinggung pada saat sosialoasi pembersihan enceng gondok Rawapening beberapa tahun lalu bersamaan dengan revitalisasi Rawapening yang akan dibagi dalam bebebrapa zonasi.

Yang menjadi pertanyaan para nelayan karamba, lanjut Koko, penataan seperti apa yang dimaksudkan oleh pihak BBWS tersebut belum menjelaskan secara gamblang, termasuk juga dengan zonasi di Rawapening. "Apakah keramba ikan di tengah Danau Rawapening akan ditiadakan atau ditata di lokasi tertentu (dipinggirkan) agar lebih teratur, sejauh ini kami belum mendapatkan informasi yang jelas," tegas warga Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa ini.

Ia juga menegaskan, kondisi Danau Rawapening saat ini permukaannya  relatif lebih bersih dari gulma air enceng gondok. Kecuali alat tangkap branjang keberadaan karamba milik nelayan masih menjadi pemandangan yang jamak terlihat di danau alam tersebut.

Karena sejak pembersihan enceng gondok melibatkan TNI, alat tangkap branjang sudah diimbau untuk menepi dan tidak beroperasi di tengah danau. Sehingga hampir tidak ada lagi alat tangkap branjang. Kendati begitu, lanjutnya, persoalan yang saat ini dinantikan para nelayan karamba adalah bagaimana nasib mereka pascarevitalisasi Rawapening.

Sebab jika dihilangkan tentu harus ada ganti rugi. Karena terkait dengan karamba juga menyangkut aset milik nelayan di Rawapening. Belum lagi menghilangkan karamba juga bersinggungan dengan urusan perut dan mata pencaharian nelayan karamba.

"Kalau ditiadakan sama sekali, kemungkinan tidak bisa, namun jika dipertahankan sebagai salah satu kearifan lokal dan jumlahnya tidak sebanyak sekarang menurut saya masih bisa," tambahnya.

Nelayan Rawapening lainnya, Asrul Sani (52) juga mengungkapkan sama sekali tidak menolak dengan adanya revitalisasi Rawapening, termasuk dengan rencana pola tangkap yang ramah lingkungan di sana.

Namun ia berharap, langkah revitalisasi dan penataan yang dilakukan di Rawapening akan dapat meningkatkan pendapatan para nelayan yang selama ini sangat mengandalkan produktivitas perikanan di danau alam tersebut.

Ia juga mengakui, rata-rata aktivitas tangkap ikan yang dilakukannya bisa mendapat tujuh kilogram ikan nila per hari. "Kalau bisa, pembatasan lokasi penangkapan ikan tidak mengurangi pendapatan kami,” kata warga Cerbonan, Kecamatan Banyubiru itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement