Selasa 30 Nov 2021 04:06 WIB

Prediksi Defisit APBN 2021 dan 2022 Alami Penurunan

Realisasi defisit anggaran ini juga lebih rendah dari 2020 sebesar 6,14 persen dari P

Rep: Novita Intan/ Red: Agus Yulianto
Menteri Keuangan Sri Mulyani memasang masker kembali setelah memberikan keterangan pers mengenai penyerahan Daftar Isi Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tahun 2022 oleh Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/11/2021). Presiden Joko Widodo menyampaikan enam fokus APBN 2022 yakni pengendalian COVID-19 dengan tetap mempertahankan sektor kesehatan, keberlanjutan program perlindungan jaminan sosial, peningkatan SDM, pembangunan infrastruktur dan adaptasi teknologi, penguatan desentralisasi fiskal, dan reformasi penganggaran.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A/rwa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memasang masker kembali setelah memberikan keterangan pers mengenai penyerahan Daftar Isi Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tahun 2022 oleh Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/11/2021). Presiden Joko Widodo menyampaikan enam fokus APBN 2022 yakni pengendalian COVID-19 dengan tetap mempertahankan sektor kesehatan, keberlanjutan program perlindungan jaminan sosial, peningkatan SDM, pembangunan infrastruktur dan adaptasi teknologi, penguatan desentralisasi fiskal, dan reformasi penganggaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memprediksi defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2020 sebesar 4,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 868 triliun. Adapun target ini lebih rendah dari prediksi defisit APBN 2021 sebesar 5,7 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, realisasi defisit anggaran ini juga lebih rendah dari 2020 sebesar 6,14 persen dari PDB. Hal ini sejalan tujuan pemerintah untuk menyehatkan APBN, sehingga secara bertahap defisit APBN pada 2023 bisa kembali maksimal tiga persen dari PDB. 

“Diperkirakan 5,1-5,4 persen dari PDB pada tahun ini. Hal ini sejalan dengan UU Nomor 2 tahun 2020 terkait penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya saat konferensi pers virtual di Istana Negara, Senin (29/11).

Karena itu, lanjut Sri Mulyani, untuk mempercepat prosesnya, pemerintah mengambil langkah untuk melakukan reformasi struktural di antaranya dalam bentuk penguatan kelembagaan, deregulasi dan dukungan sektoral yang mendorong infrastruktur dan konektivitas dan mobilitas.

 

"Reformasi juga ditujukan perkuat pembangunan kualitas SDM melalui reformasi di bidang kesehatan, perlindungan sosial dan pendidikan," ucapnya.

Sementara itu, bidang keuangan negara, reformasi dilakukan lewat perpajakan, baik dari sisi administrasi maupun sisi kebijakan. Adapun lahirnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ini menjadi motor penggerak reformasi perpajakan.

"Perpajakan akan menjadi sumber pendanaan yang andal dalam mendung pendanaan jangka menengah dan jangka panjang," katanya.

Dalam hal penganggaran 2022 didorong belanja yang lebih efisien dan memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kemudian fokus terhadap program prioritas dan mengantisipasi terhadap kondisi ketidakpastian.

“Penguatan data yang kuat terintegrasi dan terpercaya akan akan menjadi kunci. Penataan kembali sistem perencanaan dan penganggaran dilakukan melalui penerapan protokol baru di dalam menyusun angka dasar secara bertahap,” ucapnya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement