Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sofa

Penanganan Pendidikan saat Pandemi

Eduaksi | Sunday, 28 Nov 2021, 23:01 WIB
YOGI ARDHI/REPUBLIKA

Abdul Latif
Dosen dari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UHAMKA serta sebagai perintis media online www.serambiupdate.com

Dampak terjadinya pandemi Covid-19 pada sektor pendidikan memang sangat terasa. Tantangan demi tantangan yang harus dihadapi untuk terus dilakukan agar menemukan jalan keluar sehingga pendidikan tidak terbengkalai akibat pandemi. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi salah satu solusi dalam upaya pencegahan penularan virus pada peserta didik. Sejumlah persoalan yang terjadi akibat PJJ menjadi ancaman bagi peserta didik seperti putus sekolah, bekerja membantu orangtua karena terpaksa, penurunan capaian belajar, hingga peningkatan kekerasan terhadap anak dan risiko psikososial. United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan dalam laporannya pada Desember 2020, terdapat sekitar 938 anak putus sekolah akibat pandemi. Faktor utama yang menjadi penyebab putus sekolah dikarenakan masalah ekonomi. Ini menjadi keprihatinan kita bersama, sebab dalam pendidikan peran pendidik secara langsung menjadi faktor terpenting.

Bagaimanapun peran guru sangat penting dalam proses belajar mengajar sebab guru tidak bisa tergantikan dengan teknologi. Menjadi pendidik di era digital dalam menghadapi generasi milenial ini penuh dengan tantangan, apalagi ditambah dengan permasalahan pandemi yang tak kunjung usai, menjadikan pendidik berfikir keras untuk terus membangun komunikasi yang efektif dan mampu meningkatkan minat belajar peserta didik dengan memanfaatkan teknologi yang ada.

Guru tidak hanya sumber ilmu pengetahuan, melainkan sumber keteladanan dengan memberikan contoh yang baik sehingga keberadaan guru secara fisik tidak bisa tergantikan dan tetap dibutuhkan peserta didik. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran tidak hanya sebatas transfer ilmu melainkan transformasi nilai-nilai karakter agar tertanam pada peserta didik. Namun pada kondisi pandemi hal ini tidaklah mungkin dilakukan untuk pembelajaran tatap muka. Sehingga Akibat kurangnya interaksi antara guru dan peserta didik, otomatis berkuranglah internalisasi nilai-nilai karakter yang semestinya harus ditanamkan seorang guru kepada peserta didik. Namun, hal ini tidak boleh mematahkan semagat guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, apalagi mematahkan semagat siswa dalam belajar, pandemi jangan sampai mematahkan semangat dan harapan kita semua.

Perjalanan Kebijakan Pendidikan

Melihat kondisi demikian pada bulan Agustus 2020, pemerintah mengeluarkan kebijakan diperbolehkannya pembelajaran tatap muka khususnya namun sifatnya sangat terbatas yakni hanya untuk sekolah yang berada di zona hijau dan kuning. Kabupaten dan kota yang berada di zona hijau dan kuning tidak terdampak pandemi. Hal tersebuh biasanya berada pada daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Sementara pada bulan September 2020, pemerintah mengeluarkan kebijakan revolusioner, yakni dalam bentuk bantuan kuota internet bagi siswa, mahasiswa, guru, dan dosen. Program kuota internet tersebut menelan anggaran sebesar Rp7,2 triliun selama 4 bulan. Kemudian pada bulan berikutnya November 2020, pemerintah mengeluarkan kebijakan terbarunya melalui penyesuaian Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi.

Pada aspek Kurikulum, pemerintah telah memberikan kebijakan saat pandemi dengan kurikulum darurat. Hal ini jauh lebih sederhana dari kurikulum sebelumnya. Kurikulum darurat standar pencapainnya lebih sederhana, yang paling penting ialah esensinya dengan melepaskan sedikit beban sehingga fokus pada hal-hal yang bersifat urgen. Fondasi pembelajaran, numerasi, literasi, dan juga pendidikan karakter menjadi hal terpenting, Inilah fokus kurikulum darurat. Dalam kurikulum darurat ini pada aspek penilain kelulusan menjadi lebih fleksibel, yakni dengan standar kelulusan yang fleksibel. Salah satu indikatornya ialah dengan menggunakan nilai rapor sebagai tolak ukur. Berbagai adaptasi yang lakukan tersebut dianggap cukup efektif.

Pembelajaran Tatap Muka Terbatas

Berdasarkan surat edaran dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dsn Teknologi tentang penyelenggaraan pembelajaran tatap muka (PTM) tahun 2021/2022 menerangkan bahwa PTM terbatas disesuaikan dengan level pemberlakuan di daerah. Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah level satu sampai dengan tiga, membuka kesempatan bagi satuan pendidikan melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dengan izin dari pemerintah daerah.

Kebijakan ini tentu bertujuan agar nasib pendidikan di Indonesia tidak stagnan tanpa kejelasan ditengah pandemi. Adapun yang menjadi tolak ukur dalam keberhasilan PTM terbatas ialah dalam aspek kepatuhan protokol kesehatan dan juga tingkat keterlibatan orangtua pada pembelajaran. Kebijakan PTM terbatas diterapkan juga bukan serta merta gegabah dan abay dengan prokes, namun dengan tetap kehati-hatian dalam mengimplementasikannya menjadi sangat penting, sebab kesehatan dan hak belajar anak bangsa menjadi prioritas utama.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image