Sabtu 27 Nov 2021 20:58 WIB

Lulusan Universitas Al-Ghifari Didorong Jadi Entrepreneur

Jumlah entrepreneur Indonesia baru 3,1 persen dari total penduduk.

 Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University,  Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS menyampaikan orasi ilmiah pada Wisuda Sarjana Universitas Al-Ghifari, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (27/11).
Foto: Dok RD Institute
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS menyampaikan orasi ilmiah pada Wisuda Sarjana Universitas Al-Ghifari, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (27/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG --  Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University,  Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS mendorong para lumnis Universitas Al-Ghifari memilih jalan menjadi pengusaha (entrepreneur). Hal itu disampaikannya saat memberikan  orasi ilmiah pada Wisuda Sarjana Universitas Al-Ghifari, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (27/11).

Prof Rokhmin me ngungkapkan, pada 2014, jumlah wirausahawan (entrepreneur) di Indonesia hanya 1,6 persen  dari total penduduk, kemudian naik menjadi 3,1 persen pada 2018.  Padahal, salah satu syarat bagi suatu negara untuk maju dan makmur adalah jumlah wirausahawannya minimal 7 persen dari total penduduknya (Bank Dunia, 2010).  Sebagai perbandingan, jumlah entrepreneur di Amerika Serikat mencapai 14 persen, Singapura 8 persen, Malaysia 5 persen, dan Thailand 4 persen.

“Oleh sebab itu, sangat diharapkan saudara-saudara para wisudawan ini nantinya akan lebih banyak menjadi wirausahawan (entrepreneur) ketimbang sebagai Pegawai Negeri Sipil dan bekerja pada orang lain (perushaan).  Seorang entrepreneur bukan mencari kerja, tetapi menciptakan lapangan kerja, baik untuk dirinya maupuan orang lain.  Seorang entrepreneur yang sukses pasti memberikan banyak manfaat kepada sesama.  Iniliah sebaik-baik manusia dalam pandangan Allah SWT (HRAhmad),” kata ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

Ia mengemukakan, Indonesia saat ini juga masih menghadapi tantangan rendahnya kapasitas literasi, inovasi, dan produktivitas tenaga kerja . Muara dari semua hal di atas  rendahnya daya saing dan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indonesia.  ‘Pada 2020, daya saing Indonesia pada tataran dunia hanya di peringkat-50 dari 141 negara yang disurvei, dan urutan-4 di kawasan ASEAN dibawah Singapura (3), Malaysia (23), dan Thailand (32),” paparnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Dalam hal IPM, pada tingkat global, Indonesia baru mencapai nilai 72 atau peringkat-107 dari 189 negara yang disurvei.  Nigeria merupakan negara dengan IPM terendah di dunia.  “Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia menempati peringkat-6 di bawah Singapura ke-9, Malaysia (39), Brunei Darussalam (57), Thailand (83), dan Pilipina (113).  Persyaratan untuk menjadi negara maju dan makmur, IPM nya harus diatas 80 (UNESCO, 2018),” ungkap wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat itu.

Prof Rokhmin mengemukakan, sejak memasuki abad-21 (tahun 2000), terdapat lima kecenderungan global (key global trends) yang sangat berpengaruh terhadap maju-mundurnya sebuah bangsa dan kehidupan umat manusia secara keseluruhan.  Pertama , jumlah penduduk yang terus bertambah dan gaya hidup (life-style) yang hedonis dan konsumtif.  

Kedua adalah berupa pencemaran lingkungan (environmental pollution) dan pengikisan keanekaragaman hayati (biodiversity loss) yang kian meluas dan masif, serta perubahan iklim global (global climate change) atau global warming.   

Ketiga,  lahirnya generasi teknologi di era Revolusi Industri Keempat (Industry 4.0) dan perkembangannya yang super cepat.  ”Teknolologi yang dimaksud meliputi IoT (Internet of Things), Artificial Intelligent, Big Data, Cloud Computing, Blockchain, 3D dan 5D printing, robotics, human – machine interface, bioteknologi, dan nanoteknologi,” kata Rokhmin mengutip Schwab (2016).  

Keempat, dunia yang semakin terhubungkan (highly interconnected) dan bercirikan VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, dan Ambiguous) telah mengakibatkan hampir semua aspek kehidupan tidak menentu. 

Kelima, pandemi Covid-19 yang bermula dari Wuhan, China pada Desember 2019 yang sampai sekarang belum bisa dipastikan kapan berakhirnya.  ”Pandemi ini bukan hanya telah merusak (mendisrupsi) bidang kesehatan, tetapi juga ekonomi dan hampir seluruh aspek kehidupan manusia,” tuturnya.

Di akhir orasi ilmiahnya, Prof Rokhmin menjabarkan profil dan karakter  alumni perguruan tinggi  yang sukses.  Pertama, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa.  Kedua,  memiliki kompetensi  Iptek  (hard skills) sesuai dengan bidang ilmu atau program studi yang dipelajari.  Ketiga, harus sehat, cerdas, cakap, terampil, kreatif, inovatif, berpikir kritis, mampu menganalisis masalah secara tepat dan benar, mampu memecahkan masalah, fleksibel dan adaptif, mampu bekerja sama (teamwork), dan berjiwa wirausaha (entrepreneurship).

Keempat, menguasai Iptek  di era Industri 4.0, khususnya information technology (penggunaan komputer dan teknologi digital) dan bahasa asing (Inggris, Arab, dan Mandarin).  ”Kelima, memiliki etos kerja yang unggul (seperti rajin, ulet, tampil maksimal, dan disiplin) dan berakhlak mulia termasuk jujur, amanah, toleransi, sabar, penyayang, dan ikhlas,” ujar Prof Rokhmin Dahuri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement