DPR Minta Presiden Buat Perpres Gaji Guru Honorer

Pembuatan perpres standarisasi gaji guru honorer dinilai sangat bisa dilakukan.

Sabtu , 27 Nov 2021, 17:20 WIB
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda
Foto: Istimewa
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda mendesak Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait standarisasi gaji dan tunjangan bagi guru honorer. Desakan ini muncul menyusul mirisnya gaji guru honorer yang bukan saja kecil, tetapi juga menunggak hingga berbulan-bulan.

"Sebenarnya banyak opsi yang bisa dilakukan pemerintah, termasuk Presiden, salah satunya keluarkan perpres standarisasi gaji guru seluruh Indonesia, itu saja luar biasa, teman-teman (guru) enggak perlu antri berpuluh-puluh tahun menjadi pegawai PPPK atau PNS," kata Syaiful dalam diskusi bersama Trijaya FM, Sabtu (27/11).

Baca Juga

Syaiful yakin, anggaran yang dimiliki Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencukupi jika dilakukan standarisasi gaji dan tunjangan bagi guru honorer. Asalkan, kata dia, anggaran untuk belanja pegawai dikurangi atau bahkan dialihkan untuk membantu menaikkan upah guru honorer.

Menurutnya, untuk menjamin kesejahteraan guru merupakan kewajiban pemerintah sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Anggaran Pendidikan 20 persen dari APBN, per tahun itu setara dengan Rp 541 triliun. Tetapi sayangnya, ungkap Syaiful, uang itu tidak sepenuhnya untuk fungsi pendidikan, dan banyak diperuntukkan untuk belanja pegawai dan urusan lain.

"Ada dalam akun Kemenkeu Rp 150 triliun itu judul akunnya dana yang diperkirakan untuk fungsi pendidikan, kalau direfleksikan lebih detail yang diurus oleh Kemendikbud alokasinya hanya Rp 85 triliun, yang diurus Kemenag Rp 55 triliun, sisanya menyebar di semua kementerian, menjadi di angka Rp 350 triliun. Saya meyakini ini bisa sepenuhnya (untuk) fungsi pendidikan, tidak harus semuanya Rp 400 triliun saja untuk fungsi pendidikan bisa untuk keluarkan perpres standarisasi gaji dan tunjangan untuk para guru honorer. Sangat bisa," kata dia.

Dalam diskusi 'Cerita Guru Honorer' masih terlalu banyak guru honorer terutama di pelosok-pelosok daerah yang upahnya sangat rendah, bahkan jauh di bawah UMK daerah. Misalnya saja yang diungkapkan oleh Wilfridus Kado, seorang guru honorer dari NTT.

"Hanya Rp 700 ribu per bulan, ini saja baru naik tahun 2018, sebelumnya hanya Rp 400 ribu," kata dia.

Upah Rp 700 ribu ini, lanjutnya bahkan harus dia tunggu berbulan-bulan. Selama tujuh bulan ini, Wilfridus mengaku belum menerima gajinya itu.

Hal yang sama disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Junaidi. Menurut Junaidi, upah untuk guru honorer yang mengajar di wilayah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal) ini sangat tidak sebanding dengan pengorbanannya. Setiap hari mereka harus menyusuri sungai-sungai untuk melaksanakan akses pendidikan.

"Honornya hanya Rp 300 ribu per bulan, intensif Rp 250 ribu, dan dari Pemprov Rp 550 ribu. Itu kalau melihat apa yang mereka dapatkan, para guru yang bertugas di wilayah 3T tidak sesuai dengan ongkos angkutnya," kata dia.

Kamis ini, guru honorer dari SDN di Jingkang, Banyumas juga mengaku bahwa upahnya sebagai guru swasta hanya Rp 50 ribu setiap bulan. Gaji itu ia terima setiap tiga bulan sekali, yakni Rp 150 ribu.

Kamsini mulai mengajar sejak 2004 dan baru lima tahun ini, Kamsini mendapatkan upah sesuai UMK daerahnya. Kamsini menerima upah sebesar Rp 1,9 juta setiap bulan.