Sabtu 27 Nov 2021 14:16 WIB

Guru Honorer di NTT Sudah Tujuh Bulan Belum Dibayar

Pembayaran gaji guru honorer tergantung dari adanya dana komite.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ilham Tirta
Unjuk rasa mendesak pemerintah memperbaiki nasib para guru honorer (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/ASEP FATHULRAHMAN
Unjuk rasa mendesak pemerintah memperbaiki nasib para guru honorer (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang guru honorer di SMKN di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Wilfridus Kado mengaku mendapatkan gaji sebesar Rp 700 ribu per bulan. Namun, hampir delapan bulan terakhir, dia belum menerima gajinya.

"Kita di sini juga hampir mau tujuh-delapan bulan ini juga belum terima honor yang Rp 700 ribu itu," ujar Wilfridus dalam diskusi interaktif daring, Sabtu (27/11).

Baca Juga

Menurut dia, pembayaran gaji guru honorer tergantung dari dana komite. Kalau dananya sudah ada, gaji guru honorer pun langsung dibayarkan tiap bulannya.

"Biasanya tergantung dari dana komite, kalau dananya ada berarti langsung bayar per bulan," kata dia.

Wilfridus sudah enam tahun mengabdi sebagai guru honorer. Pada 2015, dia hanya menerima upah Rp 400 ribu per bulan. Baru pada 2018, gajinya meningkat menjadi Rp 700 ribu per bulan.

Wilfridus dengan tegas menyatakan, upah tersebut sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena di kampung sendiri, dia dan juga rekan guru honorer lainnya mencari nafkah sampingan dengan berkebun, berternak, atau berjualan setelah pulang mengajar.

"Sangat-sangat tidak cukup. Saya di sini kebetulan di kampung sendiri, pulang sekolah itu makan, setelah makan kita kerja kebun, beternak, di sini," tutur dia.

Sejak enam tahun lalu menjadi guru honorer, Wilfridus telah berjuang demi status guru pegawai negeri sipil (PNS). Dia mengaku selalu mengikuti program pemerintah yang berkaitan dengan seleksi guru PNS, termasuk seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Perjuangan itu dilakukan demi kesejahteraannya sebagai guru untuk mendapatkan upah yang layak. Sebab, menurut Wilfridus, selain nominal yang tidak mencukupi untuk kehidupan sehari-hari, gaji guru honorer pun tidak jelas.

Apalagi, hal ini bisa memengaruhi aktivitas mengajar di sekolah yang menjadi tidak maksimal. Sementara, kebutuhan terhadap guru di daerahnya pun belum memadai.

"Karena ini berkaitan dengan upah juga, kalau upah untuk PNS ini kan menjanjikan, kalau honorer ini kan kalau bisa dibilang tidak jelas. Terkadang kebutuhan tidak mencukupi memengaruhi ke sekolah juga, masih mengajar, tapi seperti tidak maksimal," ucap Wilfridus.

Bagi dia, Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November kemarin, seakan hanya seremonial. Perayaan atau peringatan hari guru pun menurutnya tidak bermakna. "Sampai saat ini saya belum melihat makna itu karena saya lihat upah guru sangat minim di NTT, tidak sesuai dengan standar minimum," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement