Sabtu 27 Nov 2021 12:01 WIB

Warga Palestina di Tepi Barat Memilih Solusi Satu Negara

Warga Palestina menilai Perjanjian Oslo hanya memperkuat penjajahan Israel.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ilham Tirta
 Pasukan keamanan Israel memeriksa identitas warga Palestina saat mereka mengantre dalam perjalanan kembali ke kota Jenin, Tepi Barat, melalui celah di pagar keamanan, dekat desa Israel Muqabla, 06 September 2021. Sejumlah tahanan keamanan melarikan diri dari Penjara Gilboa, kata Kantor Perdana Menteri Israel pada 06 September.
Foto: EPA-EFE/ATEF SAFADI
Pasukan keamanan Israel memeriksa identitas warga Palestina saat mereka mengantre dalam perjalanan kembali ke kota Jenin, Tepi Barat, melalui celah di pagar keamanan, dekat desa Israel Muqabla, 06 September 2021. Sejumlah tahanan keamanan melarikan diri dari Penjara Gilboa, kata Kantor Perdana Menteri Israel pada 06 September.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh Pusat Media dan Komunikasi Yerusalem (JMCC), dukungan warga Palestina untuk solusi dua negara mulai menurun. Warga Palestina lebih memilih mendukung solusi satu negara.

Dilansir Middle East Monitor, Sabtu (27/11), persentase warga Palestina yang percaya bahwa, solusi dua negara adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan konflik telah turun dari 39,3 persen pada April, menjadi 29,4 persen. Sementara, persentase mereka yang mendukung solusi satu negara naik dari 21,4 persen menjadi 26 persen pada periode yang sama.

Baca Juga

Dukungan untuk satu negara lebih tinggi di antara warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki Israel. Dari tiga juta warga yang disurvei, sebanyak 30,2 persen menyukai solusi satu negara. Sementara 23,6 persen yang mengatakan solusi dua negara.

Di sisi lain, 37,9 persen penduduk Gaza lebih memilih solusi dua negara. Survei yang dilakukan bekerja sama dengan Friedrich-Ebert-Stiftung (FES), sebuah yayasan yang terkait dengan Social Partai Demokrat Jerman.

Tren penurunan dukungan untuk solusi dua negara merupakan konsekuensi dari kebuntuan di cakrawala politik dan kegagalan proses perdamaian. Proses perdamaian dimulai hampir tiga dekade lalu pada 1993 melalui Perjanjian Oslo.

Perjanjian Oslo bertujuan mengakhiri pendudukan militer Israel selama puluhan tahun atas Palestina. Namun, warga Palestina menilai perjanjian tersebut merupakan kegagalan yang menyedihkan.

Perjanjian Oslo semakin memperkuat dominasi kolonial Israel melalui pembangunan pemukiman ilegal dan pemindahan penduduknya ke wilayah khusus Yahudi di Tepi Barat.

Jajak pendapat tersebut juga menyoroti tentang masalah paling mendesak yang dihadapi oleh warga Paleatina.

Sebanyak 62,7 persen warga Palestina mengatakan, masalah paling mendesak yang mereka hadapi adalah pendudukan Israel. Kemudian 47,6 persen warga Palestina mengatakan, masalah paling mendesak adalah korupsi dan 45 persen lainnya mengungkapkan masalah ekonomi harus diselesaikan secara mendesak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement