Sabtu 27 Nov 2021 10:52 WIB

Muhammadiyah Menggelar Kongres Sejarawan 2021

Gambaran narasi sejarah Muhammadiyah sampai saat ini masih sangat minim.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir akan menyampaikan pidato kunci dalam Kongres Sejarawan Muhammadiyah.
Foto: PP Muhammadiyah
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir akan menyampaikan pidato kunci dalam Kongres Sejarawan Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kongres Sejarawan Muhammadiyah berlangsung 27-28 November 2021. Agenda tersebut diharapkan menjadi ruang dialektika pengembangan isu-isu kajian sejarah Muhammadiyah terkait historiografi, metodologi, tema maupun pendekatan.

Kongres menghadirkan enam sesi panel, empat sesi paralel dan penyerahan Life Achievement Awards. Diisi baik sejarawan internal dan eksternal Muhammadiyah, sejarawan PTMA dan PTN/PTS di Indonesia, serta sejarawan dalam dan luar negeri.

Pidato kunci disampaikan langsung Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir. Selain itu, pidato tamu yang disampaikan Prof Mark R Woodward dari Arizona State University dan Kevin W Fogg dari University of North Carolina.

Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Muhammadiyah, Dr Muchlas mengatakan, 109 tahun Muhammadiyah melaksanakan gerakan dalam percaturan pembangunan kemajuan Indonesia. Banyak sejarah ditulis baik yang bersifat individual atau kelompok.

Sayangnya, gambaran narasi sejarah Muhammadiyah sampai saat ini masih sangat minim secara virtual. Karenanya, perlu jadi catatan bersama karena Muhammadiyah merupakan ormas Islam yang lekat dengan semangat berkemajuan untuk Indonesia.

"Karena sejarah tidak cuma terkait masa lampau, tapi menggali dan mengoleksi nilai-nilai moral dalam panduan sejarah peradaban agar generasi sekarang dan mendatang memiliki kesinambungan spirit dan daya juang," kata Muchlas, Sabtu (27/11).

Dia menekankan, penulisan sejarah jadi bagian meluruskan dan merangkai kembali serpihan-serpihan peran Muhammadiyah terhadap bangsa dan negara yang tidak terekspos. Artinya, penulisan sejarah menjadi keharusan bagi Muhammadiyah.

Namun, tidak boleh dilupakan pentingnya agar informasi, data, arsip, dokumen yang telah menjadi sejarah dapat didaur ulang. Kemudian, diramu lewat rumusan dengan perspektif baru yang dapat diaktualisasikan kepada kehidupan kekinian.

"Hal inilah yang menjadi tantangan terus-menerus, tantangan yang sifatnya never ending bagi sejarawan Muhammadiyah sepanjang zaman," ujar Muchlas.

Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek, Restu Gunawan menuturkan, Muhammadiyah sudah memberi sumbangan pemikiran pemajuan kebudayaan Indonesia. Baik sebagai persyarikatan maupun melalui tokoh-tokohnya.

Dia sependapat, sejarah tidak sekadar romantisme masa lalu, tapi sebenarnya mengandung masa lalu, masa kini dan masa depan. Artinya, siapa saja yang menguasai sejarah akan mampu memproyeksikan masa depan seperti apa.

Maka itu, Restu menekankan, Kongres Sejarawan Muhammadiyah ini sangat penting. Terutama, sebagai peletak dasar gerakan elemen-elemen yang ada di Muhammadiyah dalam rangka merancang rencana aksi lebih konkret untuk konteks ke-Indonesia-an.

"Padi menghijau di sawah yang luas, mengalir air dengan tujuan, melalui dakwah tingkatkan wawasan, sejarawan Muhammadiyah membawa Indonesia berkemajuan," ujar Restu lewat pantun, yang sudah ditetapkan Unesco sebagai warisan budaya dunia. 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement