Sabtu 27 Nov 2021 10:42 WIB

Presiden Brasil Tolak Seruan Pembatasan Perjalanan Covid-19

Presiden Brasil dikritik karena pemerintahnya dinilai lambat dalam menangani pandemi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
 Presiden Brasil Jair Bolsonaro
Foto: AP/Eraldo Peres
Presiden Brasil Jair Bolsonaro

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Presiden Brasil Jair Bolsonaro menolak rekomendasi pembatasan perjalanan dari regulator kesehatan. Regulator kesehatan Brasil, Anvisa telah merekomendasikan pembatasan perjalanan dari beberapa negara Afrika setelah ada deteksi varian baru Covid-19.

Regulator Anvisa pada Jumat (26/11) mengatakan, rekomendasinya yaitu segera menangguhkan penerbangan dari Afrika Selatan, Botswana, Lesotho, Eswatini, Namibia, dan Zimbabwe. Rekomendasi ini memerlukan persetujuan pemerintah untuk diterapkan.

“Mengingat dampak epidemiologis varian baru terhadap situasi global, kami merekomendasikan tindakan pencegahan, penangguhan segera semua penerbangan dari Afrika Selatan, Botswana, Eswatini, Lesotho, Namibia, dan Zimbabwe,” kata Anvisa dalam sebuah pernyataan, dilansir Aljazirah, Sabtu (27/11).

Anvisa juga merekomendasikan penangguhan sementara izin tinggal di Brasil untuk pelancong asing yang telah melewati negara-negara di sekitar Afrika Selatan dalam 14 hari terakhir. Karena varian baru memiliki transmisibilitas atau penyebaran yang lebih tinggi ketimbang varian delta. Sebelum Anvisa membuat pernyataan, Bolsonaro mengatakan bahwa, kebijakan untuk menutup perbatasan sangat tidak masuk akal.

"Kegilaan apa ini?" ujar Bolsonaro kepada para pendukungnya ketika ditanya apakah pemerintah akan membatasi perjalanan karena varian baru Covid-19.

“Virus tidak masuk jika Anda menutup bandara. Itu sudah ada di sini," kata Bolsonaro.

Bolsonaro telah menuai banyak kritik karena pemerintahnya dinilai lambat dalam menangani pandemi Covid-19. Bolsonaro kerap menolak lockdown atau penguncian, dan tidak mengenakan masker di hadapan umum. Presiden kontroversial itu, juga memilih untuk tidak divaksinasi. Komisi Senat belum lama ini merekomendasikan dakwaan terhadap presiden sayap kanan tersebut atas penanganan krisis pandemi.

Brasil memiliki angka kematian tertinggi kedua di dunia akibat virus, di belakang Amerika Serikat. Menurut data dari Universitas Johns Hopkins, Brasil mencatat lebih dari 613 ribu kematian akibat Covid-19.

Ilmuwan Afrika Selatan pada Kamis (25/11) telah mendeteksi varian baru Covid-19 dalam jumlah kecil. Varian yang disebut B.1.1.529 memiliki konstelasi yang sangat tidak biasa, dan memprihatinkan karena dapat membantu menghindari respon imun tubuh sehingga lebih menular.

Tanda-tanda awal dari laboratorium diagnostik menunjukkan, varian tersebut telah meningkat pesat di provinsi Gauteng yang paling padat penduduknya. Kemungkinan varian baru itu sudah menyebar di delapan provinsi lainnya di Afrika Selatan. Sementara para ilmuwan percaya bahwa sebanyak 90 persen kasus baru di Gauteng merupakan varian baru B.1.1.529.

Institut Nasional untuk Penyakit Menular (NICD) melaporkan 2.465 kasus baru Covid-19. NICD tidak mengaitkan infeksi baru Covid-19 dengan varian baru. Namun beberapa ilmuwan lokal terkemuka menduga varian baru menjadi penyebab kenaikan kasus di Afrika Selatan.

Afrika Selatan telah mengkonfirmasi sekitar 100 spesimen sebagai varian B.1.1.529. Varian ini juga telah ditemukan di Botswana dan Hong Kong. Kasus di Hong Kong berasal dari seorang pelancong Afrika Selatan.

"Meskipun datanya terbatas, para ahli kami bekerja lembur dengan semua sistem pengawasan yang ada untuk memahami varian baru dan apa implikasi potensialnya," kata NICD dalam sebuah pernyataan.

Inggris Raya dan Uni Eropa sudah mulai memperketat kontrol perbatasan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan seluruh negara untuk melakukan pembatasan perjalanan, sehubungan dengan varian baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement