Sabtu 27 Nov 2021 10:41 WIB

Jabar, Provinsi Penerima Kartu Prakerja Terbanyak di Indones

Total penerima dari gelombang satu hingga 22 di Jawa Barat mencapai 1.494.509 orang. 

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Kartu Prakerja
Foto: Dok. Pint
Kartu Prakerja

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah penerima Program Kartu Prakerja terbanyak secara nasional. Total penerima dari gelombang satu hingga 22 di Jawa Barat mencapai 1.494.509 orang. Angka tersebut disaring dari sebanyak 5.239.146 orang pendaftar. 

Kabupaten Garut adalah kabupaten penerima Kartu Prakerja ternamual ke 7 dengan 72.763 orang dari 262.801 orang pendaftar. Umur penerima terbanyak ada di rentang 26 hingga 35 tahun, dengan persentase sebanyak 39 persen. Menyusul di rentang 18 hingga 25 tahun sebanyak 34 persen; 36 hingga 45 tahun 15 persen; 46 hingga 55 tahun 8 persen; dan di atas 55 tahun sebanyak 4 persen. 

Data tersebut, terungkap dalam acara temu Alumni Kartu Prakerja yang dilaksanakan di Kampung Sumber Alam, Garut, Jumat (26/11). Kabupaten Garut menjadi Kota/Kabupaten ke-7 penerima terbanyak Kartu Prakerja di Provinsi Jawa Barat dan ke-16 di Pulau Jawa.

 

photo
Bupati Garut Rudy Gunawan saat diwawancara di Pendopo Kabupaten Garut. - (Republika/Bayu Adji P.)

 

"Ini luar biasa, program prakerja mantap di Garut," ujar Bupati Garut Rudi Gunawan menanggapi warganya yang menerima kartu pekerja terbanyak. 

Menurut Rudi, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto meminta pada upati supaya prakerja dan program-program pemerintah pusat yang lain termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang berguna dalam rangka meningkatkan ekonomi di Garut, itu harus mendapatkan dukungan lanjutan.

Salah satu penerima program Kartu Prakerja di Kabupaten Garut, Nenden Farida Ukus (42 tahun), berharap, program Kartu Prakerja bisa terus dilanjutkan. Agar dapat membantu pedagang lain yang merasakan hal serupa dengannya.

Nenden yang mengikuti program Prakerja gelombang 21 mengatakan, dengan diterimanya ia pada program tersebut, menimbulkan kembali rasa percaya dirinya setelah usahanya gulung tikar akibat pandemi.

Sebelumnya Nenden membuka usaha toko kelontong. Namun, karena situasi pandemi dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), membuat tokonya sepi, sehingga ia harus mengalihkan bisnisnya dengan berjualan secara daring. 

Berbekal latar belakang pendidikan tata boga dan pelatihan mengolah makanan sehat bagi juru masak  dan insentif yang ia dapat dari Prakerja, Nenden pun berani mencoba untuk berjualan bolu dan kolak. "Saya mendapat ilmu bagaimana mengolah makanan secara higienis dan kualitas gizi terjaga. Pemasaran usaha kulinernya saya lakukan secara daring melalui Facebook dan WhatsApp," ujar Nenden. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement