Kamis 25 Nov 2021 06:30 WIB

Rektor IPB Bicara Prospek Produk Turunan Sawit Indonesia

Sudah banyak inovasi IPB University terkait sawit.

Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit di kebun milik salah satu perusahaan kelapa sawit di Kecamatan Candi Laras Selatan, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, Kamis (11/11/2021).
Foto: ANTARA/Bayu Pratama S
Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit di kebun milik salah satu perusahaan kelapa sawit di Kecamatan Candi Laras Selatan, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, Kamis (11/11/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dalam sebuah Webinar bertajuk "Palm Oil in Food: Health Issue and Market Trend" yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pangan dan Pertanian Asia Tenggara (Seafast Center) IPB University beberapa waktu lalu, Rektor IPB University, Prof Arif Satria dalam sambutannya mengurai potensi pengembangan produk-produk turunan dari sawit.

"Sudah banyak inovasi IPB University terkait sawit baik untuk pangan, energi, medis, dan sebagainya. Inovasi biomaterial juga sudah banyak. Limbah sawit untuk dibuat rompi antipeluru, helm, organic biosanitizer, hingga produk pakaian/jaket dari limbah sawit. Jaket yang tahan panas, adem, tidak mudah rusak, tidak luntur. Teknologinya sudah ada di IPB University," kata Prof Arif Satria seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (24/11).

Dikatakannya, termasuk dalam industri sawit ini IPB University punya teknologi Precipalm, penggunaan teknologi internet of things (IoT) untuk pemupukan presisi, kerja sama dengan PT Pupuk Kaltim. Juga teknologi deteksi kematangan buah sawit dengan robot.

"Robotic sudah banyak kita kembangkan. Sekarang tinggal implementasi di lapangan karena kemajuan sebuah negara itu bisa dilihat dari semakin tinggi produk domestic bruto (PDB) suatu negara yang biasanya diiringi dengan Global Innovation Index yang semakin meningkat. Oleh karena itu inovasi-inovasi ini merupakan tugas perguruan tinggi untuk meningkatkan Global Innovation Index kita, " jelasnya.

Termasuk dalam bidang pangan, Prof Arif menandaskan bahwa  ada tantangan kita membuat membuat gula dari sawit. "Saat ini kalau bicara gula, semua orang bicara dari tebu, itu gula generasi pertama, " ungkapnya.

Padahal menurutnya, gula untuk kebutuhan industri sebagian masih belum bisa kita penuhi dari produksi dalam negeri. "Jadi kita masih impor. Dan sekarang teknologi turunan dari limbah sawit untuk produksi gula sudah ada. Sebenarnya IPB University beberapa tahun lalu sudah merancang dengan beberapa peneliti Taiwan dan Malaysia untuk membangun pilot project di Sei Mangkai, Sumatera Utara, kerja  sama dengan PTPN. Nanti kalau pilot project ini belum jalan, kita mungkin bisa berkolaborasi dengan banyak pihak untuk kembangkan teknologi baru untuk mengelola limbah sawit untuk kebutuhan gula," jelasnya.

Lebih lanjut diurainya, "Ini dengan proses bioteknologi. Jika teknologi sudah bisa dikuasai tinggal negara kita membangun pilot project sehingga kebutuhan kita terhadap gula bisa tercapai dengan baik."

Ia menambahkan, "Saya kira masih banyak lagi turunan-turunan dari limbah sawit. Karena sawit ini satu pohon punya manfaat yang sangat-sangat banyak dan tugas ilmuwan itu mendorong agar semua itu bisa bermanfaat."

Menurutnya, pohon sawit yang sudah tua dan harus ada peremajaan harus diperlakukan dengan tepat. "Selama ini kan pohon dicabut terus dibuang.  Padahal banyak inovasi teknologi yang sudah bisa digunakan. Untuk berbagai kebutuhan seperti kebutuhan energi, kebutuhan biomaterial, maupun kebutuhan pangan," tandasnya.

Membahas aspek pangan, Prof Arif optimistis  banyak terobosan baru yang bisa dihasilkan. "Pangan yang berbasis pada sawit ini dan kemudian pada aspek market khususnya di Eropa  memang sangat krusial. Dan dengan beberapa duta besar seperti Jerman, Swiss, Belgia perlu diskusi bagaimana mengantisipasi. Dan IPB University punya andil, punya peran besar untuk bisa membantu terkait adanya kampanye anti kelapa sawit karena kami sudah mengajak 11 duta besar Eropa yang ada di Indonesia ke lokasi di Jambi, ke lokasi dimana kita sudah mempraktikkan sustainable agriculture oil palm production,” ujarnya.

Menurut rektor, itu bagian dari kampanye.  Jadi IPB University pun tidak tinggal diam. “Kita pun melakukan kampanye  di  antaranya kepada para duta besar tersebut meskipun sebenarnya tidak cukup, karena kampanye juga harus kita lakukan kepada para politisi dan aktivis yang ada di negara-negara di Eropa, " jelasnya.

Menurutnya,  praktik-praktik sustainability sangat mungkin dilakukan karena IPB University memiliki riset yang cukup panjang dengan Jerman melalui kolaborasi riset IPB University, Universitas Goettingen Jerman dan Universitas Tadulako melakukan kolaborasi riset tentang sawit dan baru saja dilakukan perbaruan kerja  sama riset untuk lima tahun ke depan.

"IPB University terus berusaha semaksimal mungkin untuk menguasai inovasi. Tapi di hulu menciptakan new precision agriculture product sekaligus membangun kerja sama menciptakan sustainability untuk industri sawit, " jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement