Kamis 25 Nov 2021 00:25 WIB

Jaring SDM Unggul, Dunia Usaha Gandeng Pendidikan Vokasi

Pemerintah saat ini memfokuskan pembangunan SDM lewat pendidikan vokasi

Rep: Mgrol131/ Red: Gita Amanda
Webinar Road to DUDI Awards 2021 dengan tema “Peran Strategis Industri dalam Pembangunan SDM Vokasi”, Selasa (23/11).
Foto: Dokumen Istimewa
Webinar Road to DUDI Awards 2021 dengan tema “Peran Strategis Industri dalam Pembangunan SDM Vokasi”, Selasa (23/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, menjadi salah satu kunci kemajuan suatu perusahaan di Era 4.0. Hal ini membuat dunia usaha dan industri menjalin kemitraan dengan pendidikan vokasi.

Kemitraan dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) memang sudah menjadi ciri khas dari pendidikan vokasi. Sebab dari proses pembelajaran, pengembangan, penguatan SDM, hingga perekrutan lulusan vokasi sudah berjalan sedemikian rupanya melalui kemitraan ini.

Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Wikan Sakarinto, mengatakan para peserta didik, baik siswa maupun mahasiswa yang menjalani masa pendidikannya harus mendapatkan pengalaman dan merasakan bagaimana kultur dari dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja. Sehingga saat lulus nantinya akan menjadi SDM yang terampil dan dapat memenuhi kebutuhan dari industri.

“Kalau bicara hard skills, lulusan vokasi sudah cukup kompeten dan menguasai. Namun yang perlu untuk ditingkatkan adalah soft skills, meliputi kemampuan berkomunikasi, team work, leadership, integritas, kemandirian, dan karakternya. Justru ini yang lebih banyak dibutuhkan DUDI dan dunia kerja,” kata Wikan saat webinar Road to DUDI Awards 2021 dengan tema “Peran Strategis Industri dalam Pembangunan SDM Vokasi”, Selasa (23/11) lalu.

Pemerintah saat ini memfokuskan pembangunan sumber daya manusia (SDM) lewat pendidikan vokasi. Karena vokasi yang unggul dapat menjadi potensi terdongkraknya peningkatan ekonomi nasional dan daya saing bangsa.

Wikan menyebutkan bahwa salah satu komitmen dari Pemerintah Indonesia saat ini adalah mewujudkan link and match bagi pendidikan vokasi. Beliau juga menambahkan, Project Based Learning (PBL) yang riil merupakan salah satu model yang dapat diterapkan untuk seluruh satuan pendidikan vokasi di Tanah Air.

“Pelaksanaan PBL belum terlalu kuat walaupun sudah ada. PBL bukan sekadar melakukan project lalu selesai, tetapi PBL yang riil ini adalah yang berdasarkan pada pesanan industri yang benar-benar dibutuhkan,” kata Wikan.

Kemitraan antara pendidikan vokasi dengan DUDI saat ini telah berjalan dengan cukup baik. Para pelaku usaha dan dunia industri masih konsisten dalam bekerja sama dengan pendidikan vokasi selama proses pembelajaran. Tetapi belum semua kemitraan yang terjalin bersifat mutual benefit dan berkelanjutan, di tengah ambisi vokasi yang mengharapkan lulusannya dapat segera terserap oleh DUDI.

Namun Wikan berpendapat bahwa seharusnya industri itu lebih dilibatkan dalam proses kemitraan mereka dengan vokasi, mulai dari menyusun kurikulum bersama, mengajar bersama, melaksanakan PBL yang riil, merancang magang bersama, dan menyusun sertifikasi kompetensi yang disepakati bersama. Jika kerja sama tersebut sudah terjalin demikian, maka barulah vokasi dapat menawarkan kepada industri lulusan-lulusan mereka. Namun, hal tersebut juga tidak dapat dipaksa, karena akan tetap ada seleksi terhadap perekrutan SDM oleh perusahaan atau badan usaha.

Di kesempatan yang sama, Direktur Perencanaan dan Pelayanan Pusat Studi Apindo, Soeprayitno, memberikan pandangannya terkait kemitraan DUDI dengan para pendidik vokasi dari sudut pandang industri. Ia membagi link and match antara keduanya menjadi tiga bagian.

“Pertama adalah business matching, yaitu misalnya kami memindahkan sebagian proses bisnis ke Politeknik. Ini tentu bagi kami keuntungannya lebih murah, bahkan bagi pendidikan vokasi bisa dijadikan sebagai teaching factory. Tetapi memang tidak semua satuan pendidikan vokasi siap melakukan ini,” kata Soeprayitno.

Kemitraan kedua dapat juga melalui talent matching yang sasarannya adalah penyiapan SDM bagi DUDI. Baru yang ketiga adalah socialmatching.

Selain itu, Soeprayitno juga membahas tantangan pendidikan vokasi terhadap perubahan yang cepat dan dinamis dari DUDI. Dimana SDM vokasi harus mampu mengejar serta memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan industri. Sehingga tahap perekrutan seleksi menjadi tahapan yang penting, tidak semata-mata dapat mudah menggaet lulusan vokasi melalui kerja sama / kemitraan tersebut.

“Bagi kami industri, memiliki etos kerja itu sangat penting. Jadi jangan hanya kompeten tetapi juga harus berkualitas dan memenuhi syarat, qualified,” kata Soeprayitno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement