Selasa 23 Nov 2021 16:37 WIB

AS Ingatkan Israel Jangan Ancam Serang Iran, Ini Bahayanya

PM Naftali Bennett isyaratkan kesiapan Israel meningkatkan konfrontasi dengan Iran.

Rep: Rizky Jaramaya/Kamran/ Red: Teguh Firmansyah
Dalam foto file ini dirilis 16 Januari 2021, oleh Pengawal Revolusi Iran, sebuah rudal diluncurkan dalam sebuah latihan di Iran. Upaya awal pemerintahan Biden untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 mendapat tanggapan awal yang dingin dari Teheran. Meskipun hanya sedikit yang mengharapkan terobosan di bulan pertama pemerintahan baru, garis keras Iran menunjukkan jalan yang sulit di depan.
Foto: AP/Iranian Revolutionary Guard/Sepa
Dalam foto file ini dirilis 16 Januari 2021, oleh Pengawal Revolusi Iran, sebuah rudal diluncurkan dalam sebuah latihan di Iran. Upaya awal pemerintahan Biden untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 mendapat tanggapan awal yang dingin dari Teheran. Meskipun hanya sedikit yang mengharapkan terobosan di bulan pertama pemerintahan baru, garis keras Iran menunjukkan jalan yang sulit di depan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Otoritas Israel berulangkali menebar ancaman untuk menyerang Iran. Ancaman tersebut terkait dengan program nuklir Iran.

Namun para pejabat AS telah memperingatkan bahwa pertimbangan berulang Israel untuk menyerang fasilitas nuklir Iran akan sangat kontraproduktif. Ancaman serangan tersebut justru dapat menyebabkan Teheran mempercepat program nuklirnya.

Baca Juga

New York Times melaporkan, pejabat Israel yang dikonfirmasi menepis peringatan AS tersebut. Pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya mengatakan, mereka tidak memiliki rencana untuk menghentikan opsi serangan terhadap fasilitas Iran.

Perdana Menteri Israel Naftali Bennett dalam keterangannya juga mengisyaratkan kesiapan negaranya meningkatkan konfrontasi dengan Iran. Dia menegaskan, Israel tidak akan terikat dengan kesepakatan nuklir baru yang kini tengah dinegosiasikan Iran dan Amerika Serikat (AS).

Bennett mengungkapkan, saat ini Iran sudah berada pada tahap paling maju dalam program nuklirnya. Meski sebelumnya pernah mengatakan akan terbuka pada kesepakatan nuklir baru dengan pembatasan lebih ketat terhadap Iran, Bennett menekankan kembali otonomi Israel untuk mengambil tindakan terhadap musuh bebuyutannya tersebut.

Mengenai potensi keberhasilan Iran dan AS memulihkan kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), Bennett menekankan Israel bukan pihak dalam perjanjian tersebut. “Israel tidak diwajibkan oleh kesepakatan itu,” ujarnya dalam sebuah konferensi pada Selasa (23/11), dikutip laman Al Araby.

Israel berulangkali menyuarakan penolakan saat pemerintahan Presiden Joe Biden mengumumkan niatnya membawa kembali AS ke JCPOA. Bennett pun menyinggung tentang sudah terjadinya bentrokan dalam skala kecil antara Israel dan kelompok gerilya atau milisi yang didukung Iran di kawasan. “Iran telah mengepung Israel dengan rudal, sementara mereka duduk dengan aman di Teheran,” ucapnya.

 

Operasi intelijen Israel

Selama dua tahun terakhir, operasi intelijen Israel telah dikaitkan dengan ledakan besar di empat fasilitas nuklir, dan pembunuhan kepala ilmuwan nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh.

Terlepas dari serangan ini, Iran dengan cepat melanjutkan operasi nuklir dan meningkatkan peralatan untuk memungkinkan pengayaan uranium yang lebih cepat. Para pejabat AS juga mencatat bahwa Iran telah meningkatkan sistem pertahanannya terhadap serangan siber.

Masalah ini telah menjadi salah satu dari banyak perbedaan antara pejabat Israel dan Amerika tentang bagaimana menangani program nuklir Iran.  Washington di bawah Presiden Joe Biden mengedepankan diplomasi sebagai jalan terbaik ke depan. Sementara Israel menekankan untuk mempertahankan diri terhadap kemampuan nuklir Iran.

"Iran tidak akan membuat konsesi hanya karena kami meminta mereka dengan baik," ujar penasihat keamanan nasional Israel, dilansir Al Arabiya, Selasa (23/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement