Selasa 23 Nov 2021 14:44 WIB

Dewan Yordania Kaji Konstitusi, Kuasa Raja Dipangkas?

RUU memunculkan peluang perdana menteri terpilih berdasarkan pemilu.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Raja Yordania Abdullah II.
Foto: EPA/MAXIM SHIPENKOV
Raja Yordania Abdullah II.

REPUBLIKA.CO.ID,  AMMAN -- Parlemen atau anggota dewan Yordania memulai membahas usulan reformasi konstitusi yang menurut para pejabat terkait merevitalisasi monarki pada Senin  (22/11). Langkah ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan reformasi politik yang telah lama dijanjikan.

Sebuah komite Kerajaan yang ditunjuk oleh Raja Abdullah II menyusun proposal untuk mencoba memodernisasi sistem politik negara dan mengubah partai politik dan undang-undang pemilu. Perdana Menteri Yordania Bisher al Khasawneh mengatakan rancangan undang-undang tersebut akan membuka jalan bagi seorang perdana menteri muncul dari mayoritas parlemen daripada dipilih sendiri oleh Raja.

Baca Juga

Kemungkinan ini menjadi agenda utama reformasi yang disukai oleh campuran tokoh Islam dan suku  "..Hal ini memungkinkan pemimpin negara (raja) untuk pergi ke arah pemerintahan berbasis partai," kata Khasawneh kepada majelis.

Raja Abdullah II dapat membubarkan parlemen dan menunjuk pemerintah. Dia merupakan penengah terakhir di negara berpenduduk 10 juta itu dan menyatakan dalam beberapa tahun terakhir ia berharap suatu hari menjadi raja konstitusional.

Usulan tersebut termasuk pembentukan dewan keamanan nasional yang dipimpin oleh Raja yang berada di bawah yurisdiksi pemerintah. Langkah ini oleh beberapa ahli dan politisi dianggap mengurangi kekuasaan raja.

Politisi liberal mengatakan sosok yang telah memerintah sejak 1999 telah dipaksa untuk memilih langkah-langkah  menuju demokrasi dalam menanggapi gejolak regional. Upaya ini dibatasi oleh birokrasi konservatif dan basis kekuatan suku yang melihat reformasi sebagai ancaman bagi keuntungan politik dan ekonomi.

"Ini adalah kudeta terhadap konstitusi Yordania dan lembaga-lembaganya ... Beraninya pemerintah menyerang konstitusi dengan cara ini," kata wakil anggota parlemen Saleh al Armouti dalam sesi yang panas.

Beberapa deputi juga mengkritik perubahan konstitusi Kerajaan dengan mengatakan itu juga mengesampingkan parlemen. Tindakan ini mengikis kekuatan eksekutif pemerintah berturut-turut.

Perubahan lain dalam aturan yang dilihat oleh Reuters yakni upaya memperluas keterwakilan perempuan dan partai politik dalam majelis yang beranggotakan 138 orang. Ini menurunkan usia deputi terpilih menjadi 25 tahun.

Yordania dalam beberapa tahun terakhir mengalami kerusuhan sipil dan protes jalanan yang dipimpin oleh suku-suku yang tidak puas dan oposisi terutama Islam. Mereka menuntut Raja memerangi korupsi dan menyerukan kebebasan politik yang lebih luas.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement