Senin 22 Nov 2021 16:39 WIB

Mikroplastik Mengancam Sungai-Sungai Utama di Pulau Jawa

Mikroplastik ditemukan di Kali Brantas, Bengawan Solo, Citarum dan Ciliwung.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Esthi Maharani
Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) melakukan penelitian mikroplastik pada sampel air sungai
Foto: ECOTON
Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) melakukan penelitian mikroplastik pada sampel air sungai

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON)  menemukan mikroplastik pada semua sampel air sungai di Pulau Jawa. Temuan ini berasal dari sungai-sungai utama seperti Kali Brantas, Bengawan Solo, Citarum dan Ciliwung.

Peneliti ECOTON, Eka Chlara Budiarti (25) mengatakan, sungai-sungai tersebut memiliki peran vital di Indonesia. Selain sebagai bahan baku PDAM, air sungai tersebut digunakan sebagai sumber irigasi yang mensuplai lebih dari 50 persen stok pangan nasional.

Baca Juga

"Jadi saat ini ada ancaman serius berupa mikroplastik yang mencemari sungai-sungai di Pulau Jawa," kata Alumnus Universitas Diponegoro (Undip) tersebut, Senin (22/11).

Sebelumnya, ECOTON bersama tim relawan sungai Nusantara sejak awal 2021 telah melakukan uji sampel air sungai di Indonesia. Mereka melihat kandungan mikroplastik di sampel-sampel air tersebut. Semua sampel ini diambil di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara dan Jawa.

 

Mengetahui temuan tersebut, perempuan disapa Chlara ini mengingatkan, ancaman kesehatan dan pangan dari kandungan mikroplastik dalam air. Pada gilirannya, kandungan tersebut akan masuk ke dalam rantai makanan melalui air, plankton, benthos, ikan air tawar dan ikan laut (seafood). Selanjutnya, kandungan mikroplastik akan masuk ke dalam tubuh manusia.

Menurut Chlara, mikroplastik termasuk dalam kategori EDC (Endocrine Disruption Chemical) atau bahan kimia pengganggu hormon. Mikroplastik mengandung bahan tambahan seperti phtalat, bhispenil A, alkhylphenol, pigmen warna dan anti-retardan. "Semua bahan kimia tambahan ini bersifat karsinogenik dan mengganggu hormon," ungkapnya.

Gangguan hormon akibat senyawa EDC akan mendorong gangguan reproduksi. Selain itu, juga bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan; menopause dan menstruasi lebih awal. Bahkan, saat ini ditemukan adanya penurunan kualitas sperma dan indikasi interseks akibat senyawa tersebut.

Chlara mendorong pemerintah untuk bisa mengendalikan polusi plastik di lingkungan. Masyarakat juga harus mulai menghentikan penggunaan plastik sekali pakai seperti sedotan, tas kresek, styrofoam, botol air minum sekali pakai dan saset. Harapannya, agar volume sampah plastik bisa berkurang ke depannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement