Senin 22 Nov 2021 06:29 WIB

FIFA Jamin Siapa pun Boleh Datangi Piala Dunia Qatar

Qatar sudah diperlakukan dan diadili secara tidak adil

Presiden FIFA, Gianni Infantino
Foto: AP Photo
Presiden FIFA, Gianni Infantino

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden FIFA Gianni Infantino menandaskan, semua orang bakal disambut di Qatar manakala jam hitung mundur digital dipajang di Doha, Qatar, untuk mengingatkan satu tahun sebelum kickoff Piala Dunia 2022 yang kontroversial dan pertama diadakan di Timur Tengah itu.

Pertandingan pembuka akan berlangsung 21 November mendatang di Stadion Al Bayt yang berkapasitas 60 ribu orang.

Kepala badan sepak bola dunia itu mendesak penggemar sepak bola LGBTQ dan semua orang boleh menghadiri turnamen ini dan terlibat secara meyakinkan dalam upaya mempengaruhi kebijakan di negara Teluk Arab ini.

"Kita tak boleh beranggapan seandainya kita diam di rumah saja dan hanya mengkritik, maka segalanya bakal berubah. Segalanya sudah membaik. Segalanya akan terus membaik," kata Infantino seperti dikutip Reuters, Senin (22/11).

Dalam acara yang dilangsungkan Ahad malam waktu setempat, bintang-bintang sepak bola seperti David Beckham dan Samuel Eto'o menyaksikan pertunjukan drone dari dermaga di West Bay Doha saat penyelenggara menjanjikan sebuah turnamen yang spektakuler.

Namun di sela-sela acara para pejabat bersikap defensif dalam isu-isu penting yang telah mengganggu turnamen ini selama bertahun-tahun seperti undang-undang anti-LGBTQ yang ditetapkan Qatar, kesejahteraan pekerja migran dan tudingan korupsi.

Nasser Al Khater, CEO Piala Dunia 2022, membela catatan negaranya di meja bundar virtual dengan wartawan Sabtu (20/11) malam.

"Qatar sudah diperlakukan dan diadili secara tidak adil, diperlakukan tidak adil bertahun-tahun," kata Al Khater.

Dia membantah tuduhan Departemen Kehakiman AS bahwa suap telah dibayarkan untuk mengamankan suara ketika Qatar dianugerahi hak menjadi tuan rumah Piala Dunai ini pada 2010.

Dia juga membela kemajuan negara ini dalam hak asasi manusia dengan menunjuk reformasi tenaga kerja yang baru-baru ini dilakukan, tetapi mengingatkan bahwa masih banyak tugas yang harus dikerjakan.

Amnesty International baru-baru ini mengatakan, reformasi perburuhan di negara ini belum memperbaiki kehidupan pekerja dan bahwa praktik-praktik seperti menyandera gaji dan meminta pekerja berganti pekerjaan masih menjadi hal yang biasa dilakukan.

Pemerintah Qatar menolak temuan Amnesty International ini.Pada Jumat (19/11), Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengatakan, Qatar tidak cukup menyelidiki dan melaporkan para pekerja yang meninggal dunia di negara itu.

sumber : antara/reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement