Senin 06 Dec 2021 21:23 WIB

BKKBN Ungkap Kontribusi Pemda Turunkan Angka Stunting

Hasto juga mendorong kemandirian pangan lokal agar menjamin gizi calon ibu dan bayi

Rep: Rizki Suryarandika/ Red: Budi Raharjo
Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) menimbang berat badan balita saat kegiatan Posyandu balita khusus daerah pedalaman di Desa Matabundu, Kecamatan Laonti, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (13/11/2020). Kegiatan Posyandu keliling di daerah pedalaman itu bertujuan menekan jumlah penduduk stunting atau gagal tumbuh serta mendukung pencapaian pembangunan kesehatan ibu dan anak terutama penurunan angka kematian balita.
Foto: ANTARA/Jojon
Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) menimbang berat badan balita saat kegiatan Posyandu balita khusus daerah pedalaman di Desa Matabundu, Kecamatan Laonti, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (13/11/2020). Kegiatan Posyandu keliling di daerah pedalaman itu bertujuan menekan jumlah penduduk stunting atau gagal tumbuh serta mendukung pencapaian pembangunan kesehatan ibu dan anak terutama penurunan angka kematian balita.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyoroti peran Pemerintah Daerah (Pemda) dalam penurunan angka stunting di wilayah masing-masing. Sebab masalah stunting merupakan masalah bersama yang tak bisa hanya diupayakan oleh Pemerintah Pusat.

Kepala BKKBN Dr (HC) dr Hasto Wardoyo Sp OG (K) menjelaskan Pemda harus berkontribusi pada kegiatan spesifik dan sensitif dalam penurunan stunting lewat keberpihakan APBD. Dengan alokasi APBD yang tepat, Pemda dapat berperan mengatasi stunting di wilayahnya. 

Tercatat, Provinsi dengan proporsi stunting tertinggi pada balita dari data 2019 yaitu NTT (43%), Sulbar (40%), NTB (37%), Gorontalo (34%), Aceh (34%), Kalteng (32%). Adapun Provinsi penyumbang proporsi stunting terkecil dari data 2019 yaitu Bali (14%), Kepualaun Riau (16%), Bangka Belitung (19%), DKI Jakarta (19%).

"Kegiatan daerah berdasarkan kategori prevalensi stunting perlu masuk dalam RPJMD dan RKPD serta diperkuat dengan kodefikasi dalam SIPD dari Kemendagri," kata dokter Hasto dalam paparannya, Senin (6/12).

Hasto mencontohkan upaya yang bisa dilakukan Pemda ialah penyediaan sanitasi, air bersih dan rumah layak huni yang merupakan jenis kegiatan sensitif penurunan stunting. Untuk jenis kegiatan spesifik penurunan stunting,  Pemda menggelar pemeriksaan kesehatan calon pengantin (catin), pemberian TTD, penyediaan bidan/nakes di desa/kelurahan.

Hasto juga mendorong kemandirian pangan lokal agar menjamin gizi calon ibu dan bayinya di kemudian hari. Dalam fungsi inilah maka diperlukan suatu dapur umum atau pemberian bantuan khusus bagi keluarga berisiko stunting.

"Untuk urusan kesehatan calon ibu dan anaknya nanti maka APBD dapat diarahkan guna revitalisasi Posyandu, pengembangan Kampung KB dan Dapur Sehat Atasi (DASHAT)," ujar dokter Hasto.

Secara spesifik, Hasto menyarankan agar Pemda menyiapkan bidan, kader PKK dan kader KB di tiap Desa/Kelurahan. Mereka akan bertugas mendeteksi dini faktor resiko stunting dan melakukan kegiatan pendampingan serta surveilans meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayan rujukan dan penerimaan bantuan sosial.

"Sasaran pendampingan mereka yaitu catin, ibu hamil, ibu pasca persalinan dan anak usia 0-5 tahun," ujar dokter Hasto.

Selanjutnya, dokter Hasto menerangkan operasional pendampingan catin di Desa/Kelurahan adalah proses fasilitasi dan edukasi yang ditindaklanjuti dengan treatment, upaya kesehatan dan peningkatan status gizi. 

"Inilah pentingnya bagi Pemda untuk melakukan koordinasi TPPS dan pembinaan tim pendamping keluarga," sebut Hasto.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement