Sabtu 20 Nov 2021 18:44 WIB

Diduga Korban Mafia Tanah, Nenek Ini Terancam Dibui 7 Tahun

Harapan Yosi hanyalah meminta dibebaskan dari segala macam tuduhan pemalsuan surat.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Endro Yuwanto
Seorang ibu lanjut usia, Yosi Rosada (70 Tahun) ,diduga menjadi korban mafia tanah dan oknum aparat penegak hukum. Ibu Yosi yang saat ini berstatus terdakwa sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok atas dakwaan pidana pemalsuan akta surat.
Foto: Republika/Rusdy Nurdiansyah.
Seorang ibu lanjut usia, Yosi Rosada (70 Tahun) ,diduga menjadi korban mafia tanah dan oknum aparat penegak hukum. Ibu Yosi yang saat ini berstatus terdakwa sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok atas dakwaan pidana pemalsuan akta surat.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Seorang ibu lanjut usia (lansia), Yosi Rosada (70 tahun), diduga menjadi korban mafia tanah dan oknum aparat penegak hukum. Yosi yang saat ini berstatus terdakwa sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok atas dakwaan pidana pemalsuan akta surat.

"Ibu nggak tahu, tiba-tiba dipanggil ke Polda Metro Jaya. Ibu juga tidak tahu dituduh memalsukan surat. Ibu nggak ngerti hukum, tolong ibu ya," ujar Yosi berlinangan air mata saat mengadu kasus rekayasa hukum yang mendzoliminya ke Kantor PWI Kota Depok, Sabtu (20/11).

Yosi dijadikan tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya karena tuduhan pemalsuan surat dengan pidana pasal 263 dan 266 KUHP. "Ibu dituduh membuat surat palsu dan disuruh mengaku. Ibu dibilang pemalsu, pembohong, dan penipu. Itu Ibu tidak bisa terima, Ibu tidak melakukannya. Ibu terus ditanyain, Ibu nggak ngerti sama sekali, tahu-tahu Ibu jadi tersangka," jelasnya.

Lalu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok memproses hukum Yosi dan menetapkan status terdakwa serta tahanan kota. "Ibu nggak ngerti dan Ibu sekarang jadi terdakwa dan jadi tahanan kota. Ibu harus lapor setiap dua kali seminggu. Ibu selalu dipaksa untuk mengaku membuat surat palsu. Ibu tidak melakukan itu, tolong ibu ya Nak," ucap Yosi yang disampaikan ke jajaran pengurus dan Ketua PWI Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah.

Harapan Yosi hanyalah meminta dibebaskan dari segala macam tuduhan pemalsuan surat. "Ibu tidak ngerti sama sekali, Ibu tidak melakukan itu, Ibu sudah tua. Harapan Ibu minta dibebaskan. Hakim pasti punya hati nurani, Ibu hanya minta dibebaskan," jelasnya.

Berdasarkan data dan keterangan yang diperoleh dari pengacara Yosi, yakni Haris SH, kasusnya bermula dari kasus hukum perdata terkait kepemilikan sebidang tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) seluas 4.477 meter persegi di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, dengan tergugat Dwi Susanti dan penggugat Yusda.

Hasilnya, gugatan cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum sejak 2018 dalam putusan Perkara Perdata No 287/p-dt.G/2017/CBN di PN Cibinong, Kabupaten Bogor, dan inkracht hingga Peninjaun Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA).

Pada 2020, pengugat melaporkan perkara pidana terhadap osi No 1344/0/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ dengan alas lapor SHM 4.477. Laporan tersebut ditolak Polrestro Depok karena tidak ada bukti unsur pidana.

"Anehnya justru diproses di Polda Metro Jaya. Ibu Yosi tidak tahu-menahu soal tanah yang sudah dijual almarhum suaminya Soegeng pada 2002 dan kini terancam hukuman tujuh tahun penjara sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Depok. Ada dugaan Ibu Yosi jadi korban mafia tanah dan oknum aparat penegak hukum," jelas Haris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement