Jumat 19 Nov 2021 20:28 WIB

AMDI Kecam Dugaan Kekerasan di SPN Dirgantara Batam

Penegak hukum diminta memberikan tindakan bagi pelaku kekerasan.

AMDI Kecam Dugaan Kekerasan di SPN Dirgantara Batam. Foto: Kekerasan terhadap anak (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
AMDI Kecam Dugaan Kekerasan di SPN Dirgantara Batam. Foto: Kekerasan terhadap anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Yayasan Anak Masa Depan Indonesia (AMDI) mengecam  aksi kekerasan di SPN Dirgantara Kota Batam. Peserta didik diduga mengalami kekerasan berupa pemenjaraan, ditampar, ditendang, dan lain-lain. Siswa yang dihukum dengan dimasukan sel tahanan bisa sampai berbilang bulan, tergantung kesalahan yang dilakukan peserta didik.  

Penasihat Yayasan AMDI, Puti Guntur Soekarno mendesak aparat penegak hukum untuk segera menangkap pelaku kekerasan di SPN Dirgantara Kota Batam. Karena ini mencederai upaya pemerintah untuk mencegah dan menangani kekerasan, kekerasan sekual dan Intoleransi di  sektor pendidikan.

Baca Juga

“Apalagi ini bukan kali pertama kasus kekerasan ini terjadi di lokasi yang sama. Kalau memang pihak sekolah tidak bisa memberikan pendidikan, lebih baik Kemendikbud Ristek mencabut izinnya dan menutup sekolah tersebut,” kata Puti yang juga anggota Komisi X DPR itu dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/11).

Politikus PDIP itu meminta, penegak hukum memberikan hukuman terberat bagi pelaku kekerasan di sekolah. Ini harus menjadi kasus terakhir yang terjadi menimpa peserta didik di Indonesia.

“Hukumannya harus bisa memberikan efek jera bagi pelaku dan juga pengingat bagi yang lain untuk tidak terbesit melakukan kekerasan di dunia pendidikan. Anak-anak ini adalah penerus Indonesia. Apa mau kekerasan menjadi salah satu yang diajarkan dalam pendidikan di Indonesia? Tentu saya sebagai orang tua tidak akan mengizinkan hal tersebut terjadi,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan AMDI Clara Tampubolon meminta, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melalui Dinas Sosial memberikan advokasi kepada para korban kekerasan. Tujuannya agar trauma kekerasan yang dialami para korban dapat segera disembuhkan.

“Aparat kepolisian juga harus memastikan tidak ada intimidasi kepada para korban kekerasan tersebut. Kasus ini juga harus terus diusut secara transparan, jangan ada yang ditutup-tutupi,” kata Clara.

Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan KPPAD Kota Batam menerima laporan dari 10 orangtua peserta didik yang anaknya mengalami  kekerasan di SPN Dirgantara kota Batam.  Kekerasan yang dialami berupa pemenjaraan atau dimasukan ke dalam sel tahanan, ditampar, ditendang, dan lain-lain. Siswa yang dihukum dengan dimasukan sel tahanan bisa sampai berbilang bulan, tergantung kesalahan yang dilakukan peserta didik.  

Atas pengaduan ke-10 orangtua siswa tersebut, KPAI melakukan koordinasi dengan  Inspektorat Jenderal KemendikbudRistek untuk pengawasan dan penanganan kasus kekerasan di satuan pendidikan tersebut, mengingat Menteri Nadiem sudah bertekad akan mencegah dan menangani tiga (3) dosa di pendidikan, yaitu  Kekerasan, Kekerasan Sekual dan Intoleransi. 

 

Pada tahun 2018, KPAI  dan KPPAD Provinsi Kepri pernah menerima laporan kekerasan terhadap peserta didik yang dilakukan oleh pihak sekolah, yaitu SPN Dirgantara Kota Batam.

 

Pada saat peristiwa tahun 2018, KPAI,  KPAD,  Kompolnas dan Polres Batam bersama-sama  mendatangi lokasi sekolah keesokan harinya. Saat tiba di sekolah, ternyata ruang sel tahanan di sekolah yang berada di lantai satu  sudah di bongkar , bahkan ruangan telah disulap nyaman dengan memasang AC baru juga. Sebelumnya, Kompolnas juga bertemu Wakapolda Kepri terkait dorongan untuk pemeriksaan terhadap oknum polisi ED (Pembina SPN Dirgantara) dan penegakan disiplin jika terbukti bersalah.  

Namun, pada Oktober 2021 kasus serupa  kembali terjadi dan kali ini korbannya ada 10 peserta didik. Kesepuluh orangtua sempat melapor ke Dinas Pendidikan Provinsi Kepri dan juga membuat pengaduan ke KPAD Kota Batam. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement