Jumat 19 Nov 2021 17:31 WIB

Eropa Butuh Vaksin Booster Agar Selamat dari Natal Kelabu

Sejumlah negara di Eropa hadapi lonjakan kasus Covid-19 menjelang liburan Natal

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Stan dan komidi putar disiapkan untuk pembukaan pasar Natal tradisional Senin depan di Frankfurt, Jerman, Kamis, 18 November 2021. Infeksi COVID-19 di Jerman mencapai rekor tertinggi baru pada Kamis. Sejumlah negara di Eropa hadapi lonjakan kasus Covid-19 menjelang liburan Natal.
Foto: AP/Michael Probst
Stan dan komidi putar disiapkan untuk pembukaan pasar Natal tradisional Senin depan di Frankfurt, Jerman, Kamis, 18 November 2021. Infeksi COVID-19 di Jerman mencapai rekor tertinggi baru pada Kamis. Sejumlah negara di Eropa hadapi lonjakan kasus Covid-19 menjelang liburan Natal.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Memasuki musim dingin jumlah kasus Covid-19 mengalami peningkatan di benua Eropa. Hal ini memicu kekhawatiran sistem kesehatan di sebagian besar negara Eropa akan runtuh ketika liburan Natal dan Tahun Baru.

Musim dingin tahun lalu, Eropa berada dalam pergolakan wabah besar yang dipicu oleh varian Alpha. Sementara musim dingin tahun ini, Eropa harus menghadapi varian Delta. Presiden Masyarakat Pengobatan Intensif Perawatan Jerman Christian Karagiannidis mengatakan negara-negara berpenghasilan tinggi di Eropa barat telah kehilangan keuntungan dalam perang melawan Covid-19.

Baca Juga

"Kami semua sangat lelah dan sekarang tempat tidur rumah sakit sudah penuh lagi. Lebih dari satu setengah tahun pandemi, kami kehilangan banyak perawat (yang berhenti), dan jumlahnya meningkat dari hari ke hari, sementara mekanisme terus berjalan," ujar Karagiannidis yang merupakan seorang dokter perawatan kritis di Rumah Sakit Cologne-Merheim di barat Jerman.

Pada awal tahun, Karagiannidis optimistis tentang prospek Jerman dalam mengatasi virus corona. Jerman adalah pusat produksi utama untuk vaksin Pfizer dan memiliki semangat tinggi ketika peluncuran vaksin nasional dimulai. Namun tingkat imunisasi terhenti dalam beberapa bulan terakhir dan tidak sesuai target. Sejauh ini, hanya sekitar 68 persen dari total populasi Jerman yang telah menerima vaksinasi lengkap.

"Kami memiliki sekitar sepertiga orang yang tidak divaksinasi dan karena varian Delta sangat menular, keuntungan yang kami miliki sekarang hilang," ujar Karagiannidis dilansir ABC, Jumat (19/11).

Kanselir Jerman Angela Merkel meminta agar warga yang tidak divaksinasi mempertimbangkan untuk mendapatkan dosis pertama. Para dokter yang menyaksikan gelombang baru Covid-19 di Austria, Swiss, Belanda, dan Belgia mengklaim pemerintah terlalu lambat untuk menyebarkan suntikan penguat atau booster.

Eva Schernhammer dari Medical University of Vienna mengatakan belahan bumi utara semakin dingin sehingga memungkinkan varian Delta bertahan. Sementara kekebalan vaksin berkurang dan tingkat inokulasi mandek.

"Ketika musim panas semua baik-baik saja dan jumlah kasus rendah, semuanya tanpa batasan. Namun kemudian di (musim gugur) jumlahnya terus merayap di antara yang tidak divaksinasi, hampir secara eksklusif," ujar Schernhammer.

Schernhammer menuturkan selain faktor cuaca, penurunan tingkat kekebalan vaksin Covid-19 juga menjadi penyumbang kenaikan kasus. Menurutnya, saat ini seluruh warga membutuhkan vaksin penguat atau booster.

"Upaya vaksinasi dimulai pada Maret tahun ini. Jadi kami sekarang memiliki cukup banyak orang yang membutuhkan suntikan booster untuk memiliki kekebalan penuh," ujar Schernhammer.

Austria telah menjadi salah satu negara dengan tingkat vaksinasi terendah di Eropa Barat. Austria menjadi negara Eropa pertama yang melawan peningkatan kasus dengan memberlakukan penguncian pada mereka yang tidak divaksinasi.

Polisi Austria melakukan patroli di jalan-jalan untuk memeriksa paspor vaksin warga. Polisi mempertanyakan apakah warga yang tidak divaksinasi keluar rumah untuk alasan penting seperti pekerjaan atau belanja makanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement