Rabu 17 Nov 2021 16:08 WIB

Rektor Unair Sarankan Perubahan Diksi di Permendikbudristek

Nasih menilai pada hakekatnya Permendikbudristek 30/2021 mempunyai misi yang mulia.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Mas Alamil Huda
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Mohammad Nasih (kanan). Nasih megusulkan penggunaan istilah 'tanpa persetujuan' terkait tindakan kekerasan seksual ditelaah ulang.
Foto: ANTARA/Moch Asim
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Mohammad Nasih (kanan). Nasih megusulkan penggunaan istilah 'tanpa persetujuan' terkait tindakan kekerasan seksual ditelaah ulang.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih menilai, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi pada hakekatnya mempunyai misi yang sangat bijaksana dan mulia. Menurutnya, agar misi mulia tersebut dapat diterima secara luas dan tidak menimbulkan polemik, kegaduhan, serta kontra-produktif, ada baiknya penggunaan istilah 'tanpa persetujuan' terkait tindakan kekerasan seksual ditelaah ulang.

"Kata 'tanpa persetujuan' diidentifikasi merupakan terjemahan umum dan serta merta dari kata sexual consent. Tidak ada salahnya dan dipastikan tidak akan mengubah substansi Peraturan Menteri tersebut bila kata 'tanpa persetujuan' diubah dengan kata 'tanpa hak' yang lebih bernuansa sebagai bahasa hukum atau peraturan yang memiliki konsep sui generis," kata Nasih, Rabu (17/11).

Baca Juga

Nasih mengatakan, Unair berkomitmen serta mendukung penuh upaya pencegahan dini adanya tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus. Nasih mengaku, Unair telah melakukan berbagai upaya baik strategis maupun taktis dalam upaya pencegahan kekerasan di lingkungan kampus.

Di mana sejak 2011, Unair telah membentuk satgas dengan nama Help Center (HC) sebagai unit yang berfungsi dan bertugas untuk menangani pelapor yang mengalami masalah terkait dengan kehidupan kampus, melalui pendampingan (counsellor) dan pemulihan. Masalah yang ditangani tidak terbatas pada kekerasan seksual. Hingga 2021, kata Nasih, Help Center tersebut telah menangani belasan kasus kekerasan seksual.

"Universitas, berdasarkan laporan hasil penanganan dan investigasi yang dilakukan oleh satgas ini juga telah memberikan sanksi berupa pemberhentian dosen, tendik (tenaga pendidik), dan juga mahasiswa," kata Nasih.

Sejak 2010, lanjut Nasih, Universitas Airlangga juga telah membentuk Dewan Etik, baik di tingkat fakultas maupun universitas. Dewan Etik berfungsi dan bertugas untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran etika di lingkungan kampus, yang juga tidak terbatas pada pelanggaran kekerasan seksual.

Nasih melanjutkan, saat ini Unair juga tengah memproses pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual sebagaimana diamanahkan dan diwajibkan dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. "Kami menargetkan akhir bulan ini atau paling lambat akhir tahun 2021 Satgas tersebut telah terbentuk dan melaksanakan tugasnya," kata Nasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement