Senin 15 Nov 2021 16:22 WIB

DEN Paparkan Komitmen Indonesia Bangun Energi Bersih

Indonesia berkomitmen kembangkan PLTS terbesar di Asia Tenggara untuk energi bersih.

Seorang pekerja berada di dekat jaringan transmisi listrik di PLTA Sulewana yang dikelola PT Poso Energy di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (1/10/2021). Kementerian ESDM dalam Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) akan menambah kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) nasional sebesar 38 Giga Watt hingga 2035 antara lain dengan pengembangan infrastruktur pembangkit listrik tenaga air.
Foto: ANTARA/Basri Marzuki
Seorang pekerja berada di dekat jaringan transmisi listrik di PLTA Sulewana yang dikelola PT Poso Energy di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (1/10/2021). Kementerian ESDM dalam Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) akan menambah kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) nasional sebesar 38 Giga Watt hingga 2035 antara lain dengan pengembangan infrastruktur pembangkit listrik tenaga air.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha memaparkan komitmen Indonesia dalam pembangunan rendah karbon dan energi bersih dalam forum Conference of the Parties (COP) ke-26  di Glasgow, Skotlandia. Dia mengatakan komitmen RI sejalan dengan Sustainable Deveopment Goals (SDGs) yaitu affordable & clean energy, climate actions, dan decent work & economic growth.

Satya menjelaskan komitmen Presiden Joko Widodo pada COP26 khususnya sektor energi, melalui pengembangan ekosistem mobil listrik, pembangunan PLTS terbesar di Asia Tenggara. Sleain itu juga penggunaan EBT, dan pengembangan industri berbasis energi bersih termasuk pembangunan salah satu kawasan industri hijau terbesar di dunia yakni di Kalimantan Utara.

Baca Juga

"Hal ini membutuhkan dukungan dan kontribusi internasional dari negara-negara maju dan Indonesia akan terus mendukung climate finance dan inovasinya serta pembiayaan hibrida, green bonds, dan green sukuk," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pembiayaan iklim dengan pendanaan dari negara maju merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara berkembang. Dengan bantuan dari negara maju kata dia,  Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat terhadap net zero emission.

Satya juga menegaskan bahwa dalam rangka penurunan emisi karbon tidak saja melalui mekanisme green economy, tetapi juga blue economy, yakni bagaimana menurunkan karbon sekaligus menyejahterakan rakyatnya.

"Untuk itu, ke depan perlu diselaraskan dengan tujuan transisi energi menuju net zero emission," kata Satya.

 

 

 

sumber : antara/reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement