Ahad 14 Nov 2021 17:24 WIB

Yenny Wahid: Uang Kripto Halal, Asal...

Menurut, Yenny Wahid uang kripto dinilai halal sebagian pihak karena bebas riba

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Yenny Wahid: Uang Kripto Halal, Asal.. (Foto: Unsplash/Stanislaw Zarychta)
Yenny Wahid: Uang Kripto Halal, Asal.. (Foto: Unsplash/Stanislaw Zarychta)

Islamic Law Firm dan Wahid Foundation menggelar forum bahtsul masail di Hotel Borobudur, Jakarta, beberapa waktu yang lalu. Salah satu yang dibahas adalah mengenai hukum dari uang kripto.

Semuanya Bersyarat

Pada akhirnya, mereka memutuskan uang tersebut halal atau haram, semuanya bersyarat. Inisiator bahtsul masail Yenny Wahid menuturkan uang kripto dinilai halal oleh sebagian pihak karena terbebas dari riba dibanding dengan uang fiat dan bank konvensional.

Baca Juga: Metaverse Masuk Dunia Kripto, Harga Dua Aset Kripto ini Langsung Melambung

Hal itu didukung transaksi blockchain yang merujuk pada transaksi langsung peer-to-peer tanpa perantara. "Kripto halal selama tidak dilarang oleh negara," kata Yenny dikutip pada Sabtu, 13 November 2021.

Harga Cepat Berubah

Meskipun demikian, Yenny tidak menampik pendapat uang kripto haram karena memiliki unsur ketidakpastian yang tinggi. Harganya bisa berubah sangat cepat tanpa sentimen yang jelas.

"Kripto dianggap haram oleh sebagian pengamat karena tingkat volatilitas mata uang kripto yang amat tinggi hingga dekat dengan judi sehingga tidak bisa diperdagangkan karena tidak ada underlying asset (objek dasar transaksi sukuk)," ujar dia.

Menurut Yenny, dalam konteks Indonesia, kripto itu mal atau sesuatu yang bernilai harta kekayaan. Dengan begitu, kalau rusak atau dicuri maka harus ada ganti ruginya.

"Oleh sebab itu, boleh diperdagangkan, halal sebagai komoditas (silâah) dan bukan sebagai mata uang (crypto currency) tapi crypto asset," tuturnya.

MUI Mengharamkan

Sebelumnya, Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, mengatakan penggunaan crypto currency atau uang kripto sebagai mata uang hukumnya haram karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015.

Keputusan itu diambil usai menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, sejak Selasa, 9 November 2021 hingga Kamis, 11 November 2021.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement