Sabtu 13 Nov 2021 10:58 WIB

Satgas Covid-19 PBNU Pastikan Muktamar Taat Prokes

Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) diselenggarakan di Lampung pada 23-25 Desember.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj (kiri) didampingi Pengasuh pondok pesantren Lirboyo KH Anwar Mansur (kanan) menghadiri Ngaji Kamis Legi yang diikuti alumni Lirboyo se-Jawa Timur di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (7/10/2021). Kunjungan ke pondok pesantren besar menjelang muktamar Nahdlatul Ulama pada Desember 2021 tersebut untuk bersilaturahmi dengan kyai sepuh dan alumni Lirboyo.
Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani/aww.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj (kiri) didampingi Pengasuh pondok pesantren Lirboyo KH Anwar Mansur (kanan) menghadiri Ngaji Kamis Legi yang diikuti alumni Lirboyo se-Jawa Timur di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (7/10/2021). Kunjungan ke pondok pesantren besar menjelang muktamar Nahdlatul Ulama pada Desember 2021 tersebut untuk bersilaturahmi dengan kyai sepuh dan alumni Lirboyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Satuan Tugas Covid-19 PBNU, Makki Zamzami, mengatakan, salah satu fokus yang pihaknya miliki saat ini ialah untuk mencegah terjadinya klaster penularan di Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung pada 23-25 Desember mendatang. Dia meminta semua pihak yang hadir untuk menaati protokol kesehatan.

“Protokol kesehatan akan diterapkan sangat ketat. Semua yang hadir wajib sudah divaksinasi,” ujar Makki dalam keterangan pers, Jumat (12/11).

Dia menyampaikan, muktamar itu akan dihadiri banyak orang dari berbagai penjuru Indonesia dan beberapa negara. Menurut Makki, Satgas Covid-19 PBNU tengah berusaha mendorong agar cakupan vaksinasi di Lampung di atas 50 persen. Hal itu penting karena vaksinasi terbukti bisa mengurangi kesakitan.

"Akan jadi klaster muktamar atau tidak, tergantung panitia dan peserta. Semua pihak harus mengerti, protokol kesehatan ketat di muktamar untuk mencegah Covid-19,” ujarnya.

Semua itu dia sampaikan pada kegiatan “Istighotsah dan Doa Bersama: Antisipasi dan Pencegahan Gelombang Ketiga Demi Pemulihan Ekonomi Bangsa” yang diselenggarkan PBNU bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta KPCPEN, Kamis (11/11) lalu. Dia merespons keterangan yang disampaikan Head of Mandiri Institute Teguh Wicaksono.

Teguh mengatakan, periode November 2021 hingga Januari 2022 mendatang akan menjadi ujian serius dalam upaya menjaga pemulihan ekonomi nasional. “Jika bisa menjaga kasus Covid-19 tetap stabil seperti saat ini, ekonomi 2022 akan lebih baik,” ungkap dia.

Menurut Teguh, kaitan antara kenaikan kasus dengan penurunan belanja domestik nasional memang terlihat selama 2020-2021. Dia menyampaikan, jumlah belanja domestik masyarakat merupakan salah satu alat ukur perekonomian nasional. Belanja domestik rendah menunjukkan aktivitas perekonomian yang berkurang dan sebaliknya.

Di sisi lain, kata Teguh, kenaikan aktivitas perekonomian membutuhkan peningkatan pergerakan orang. Teguh menilai, hal tersebut dapat menjadi bumerang karena peningkatan aktivitas juga membuka peluang penambahan jumlah kasus Covid-19.

Dia mengatakan, peningkatan belanja domestik yang tinggi diiringi kasus Covid-19 yang turun drastis baru terjadi pada periode relaksasi PPKM sejak September hingga November 2021. Karena itu, dia mengungkapkan, peningkatan cakupan vaksinasi, penerapan protokol kesehatan secara ketat, dan digitalisasi amat penting untuk menjadi jalan tengah bagi peningkatan aktivitas perekonomian.

Sejak pertengahan 2021, masyarakat sudah semakin meningkatkan belanja melalui online walau pergerakan masih terbatas. “Digitalisasi semakin meningkat. Sekarang, banyak belanja secara digital,” jelas Teguh.

Sementara itu, pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al Wasilah, KH Thontowi Djauhari Maussadad, mengatakan, pencegahan Covid-19 bagian dari bentuk kepatuhan muslim pada perintah Allah SWT. Setiap muslim, kata dia, sangat jelas diperintahkan menghindarkan diri dari kebinasaan.

“Tidak perlu dipertentangkan takut kepada Allah atau virus. Orang yang berkata demikian mungkin pemahaman keagamaannya masih sederhana,” kata dia.

Menurut Thontowi, perbandingan seperti itu tidak sesuai dengan banyak sekali kaidah syariah. Hal yang paling pokok, kata dia, yakni membandingkan antara Allah SWT dan makhluk. Hal itu terkait dasar akidah yang tidak mengizinkan muslim menyamakan Allah SWT dengan makhluk.

Pembandingan itu juga ia sebut tidak sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW. Thontowi mengungkapkan, dalam berbagai riwayat rasulullah memerintahkan muslim menjauhi wabah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement