Jumat 12 Nov 2021 05:21 WIB

Berlagak Bak Perompak di Danau Hakone

Sejak Era Meiji Hakone kerap menjadi tempat pelarian mereka yang suntuk dengan kota

Penampakan Kapal Queen Ashinoko.
Foto: Dok Pribadi
Penampakan Kapal Queen Ashinoko.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asep Wijaya, Penikmat perjalanan dan Widyaiswara Narabahasa

Di hutan dengan kepungan pohon cedar yang menjulang bak pilar bangunan, sekelompok orang tampak antusias mengantre. Mereka begitu sabar berdiri mengular hanya untuk menanti giliran berswafoto dengan latar belakang torii atau gerbang kuil Shinto di tepi Danau Hakone atau Ashinoko. 

Baca Juga

Memang benar, dua palang sejajar yang disangga dua batang tiang vertikal berwarna merah tedas itu bukan sembarang torii. Ia salah satu objek ikonis di Hakone. Ia sangat populer karena keunikannya dan legenda yang menyertainya. 

 

Bangunan bernama Heiwa-no-torii atau gerbang perdamaian ini unik karena letaknya yang di tepi danau. Tiang penyangganya berdiri tegak menembus permukaan danau hingga torii ini terlihat seperti mengapung di air. 

 

Gerbang menuju kuil ini juga menarik karena legendanya. Konon, di tempat torii ini berdiri, seorang biksu sakti pernah berdoa tiga hari tiga malam untuk menaklukkan kuzuryu atau naga berkepala sembilan yang kerap menimbulkan prahara bagi warga. 

 

Naga itu mendiami Danau Ashinoko dan sering meminta persembahan. Demi menghindari amukan naga, warga bersepakat untuk mengundi tumbal dengan cara menembakkan anak panah ke permukiman. Penghuni rumah yang atapnya tertancap anak panah harus mengorbankan anak perempuannya untuk sang naga. 

 

Kejadian ini membuat sang biksu sedih. Ia kemudian memutuskan untuk melakukan ritual di tepi Danau Ashinoko untuk mengatasi prahara itu. Alhasil, sang naga berubah menjadi baik dan menjadi dewa. Untuk menghormati keberadaannya, sebuah kuil bernama Kuzuryu-jinja dibangun di sekitar kompleks Kuil Hakone. 

 

Berangkat dari keunikan dan legenda itu, wajar jika kemudian banyak orang yang rela meluangkan waktu agar dapat mengabadikan momen bersama Heiwa-no-torii tersebut. Selain itu, latar belakang danau yang teduh dan suasana hutan alami dengan pohon cedar yang menjulang tinggi turut pula mendukung pengunjung untuk dapat menghasilkan karya foto yang estetis. 

 

Namun, tampaknya, aneka hal istimewa itu belum cukup menggoda saya untuk mau mengantre lama. Saya lebih memilih untuk beranjak ke dermaga Motohakone-ko untuk merasakan fantasi menjadi lanun di Danau Hakone atau Ashinoko. 

 

Di perjalanan menuju dermaga, saya terus bertanya-tanya kok, bisa, ya, tanpa arahan petugas, para pengunjung dapat berlaku tertib mengantre. Antreannya pun berada pada sisi yang tidak mengganggu objek foto. 

 

Hebatnya lagi, tidak ada satu orang pun yang bersuara gaduh. Semua orang berbicara dengan lirih hingga siapa pun yang berada di hutan itu tetap dapat menikmati suasana nyenyat, hening, dan tenang. 

 

Sambil berkutat dengan pertanyaan itu, saya terus menyusuri jalur pedestrian hutan dan mempercepat langkah menuju dermaga Motohakone-ko. Langkah kaki saya kian deras seturut dengan tiupan angin awal musim semi yang masih membawa udara dingin. 

 

Susur Danau Hakone

 

photo
Kapal Victory di Danau Ashinoko. - (Dok Pribadi)

 

 

Tidak terasa, akhirnya, saya tiba juga di muka gerbang dermaga Motohakone-ko. Dua anak saya yang sedari tadi merengek dan meminta segera naik kapal besar berteriak kegirangan. Apalagi saat mereka menyaksikan dua kapal perompak yang bersandar bersisian di antara jalur dermaga. 

 

Di sisi kanan ada kapal bersalut warna kuning bernama Victory. Kapal ini menyerupai kapal perang Inggris, HMS Victory, yang terlibat pertempuran laut pada abad ke-18. Sementara di sisi kiri, ada kapal berlapis warna emas bernama Queen Ashinoko. Desain kapal ini begitu klasik dan mirip dengan kapal bajak laut yang tangguh. Keduanya mampu menampung penumpang sebanyak 500 orang. 

 

Saya bersyukur dapat menumpangi Kapal Queen Ashinoko yang baru diluncurkan dua tahun lalu atau pada 2019. Desainer interior kapal ini adalah Mitooka Eiji. Ia dikenal sebagai desainer kenamaan untuk transportasi publik. Beberapa karyanya yang terkenal adalah kereta Kyushu Shinkansen dan kereta Nanatsuboshi. 

 

Karena penasaran dengan tangan dingin Mitooka Eiji dalam mendesain interior kapal, saya memutuskan untuk menambah 600 yen atau sekitar Rp78 ribu dari harga tiket dasar seharga 1.200 yen atau sekitar Rp156 ribu per orang demi dapat masuk ke kabin kelas satu di bagian depan kapal. 

 

Rupanya, itu adalah keputusan yang tepat. Saya sekeluarga dapat menikmati kemewahan ruang dalam kapal yang estetis. Nuansa ruangan, sebagian besar, diselimuti warna emas. Saya pun dapat mengajak kedua anak saya ke dek kapal yang berada di bagian depan. 

 

Dari dek, saya dapat berlagak bak komandan perompak yang memandu perjalanan. Sosok patung Dewi Nike yang terpasang di muka kapal begitu jelas terlihat. Saat menatap sekitar, sepenjulat mata, yang terlihat hanya permukaan air yang tenang dengan perbukitan berselimutkan hutan. 

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement