Kamis 11 Nov 2021 19:14 WIB

Muhaimin Buat Sajak untuk Antologi Puisi Darah Juang

Antologi puisi para aktivis mahasiswa Fisipol UGM

Puisi Muhaimin Iskandar dalam Antologi Darah Juang.
Foto: DPP PKB
Puisi Muhaimin Iskandar dalam Antologi Darah Juang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PKB A. Muhaimin Iskandar turut menyumbangkan karya puisinya dalam sebuah mantan Antologi Puisi bertajuk 'Darah Juang'. Buku yang berisi ratusan puisi mantan aktivis itu baru diluncurkan pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021 lalu di Yogyakarta.

Koordinator aksi puisi FX Rudy Gunawan menjelaskan bahwa antologi puisi ini merupakan karya mantan aktivis yang tergabung dalam Paguyuban Darah Juang (PDJ). PDJ sendiri lahir pada tahun 2016 di Kampus Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM).

Menurut Rudy, selain Cak Imin (Muhaimin Iskandar) yang ikut membuat puisi di buku itu, ada juga saja karya Mensesneg Pratikno, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza, serta alumni UGM lainnya.

"Jadi kami meminta semua teman-teman aktivis dan alumni UGM era reformasi untuk membuat puisi. Ada Muhaimin Iskandar (Ketum PKB), Pratikno (Mensesneg RI), Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng), Faisol Riza (Ketua Komisi VI DPR RI). Ternyata respons teman2 ini baik. Sehingga kami buat bukunya," terang Rudy.

Menurut Rudy, penerbitan buku oleh PDJ sendiri sebagai wadah menyampaikan aspirasi mantan aktivis melalui tulisan. "Jadi ini aksi konkret kami untuk menyampaikan segala uneg-uneg kami. Apalagi kondisi Covid-19 saat ini banyak yang perlu disampaikan," terang Rudy yang juga sebagai penulis itu.

Di samping itu, terbitnya antologi Darah Juangtersebut juga bertujuan untuk mengingatkan masyarakat agar saling peduli. Warga diajak untuk berkontribusi dengan cara yang mereka kuasai untuk kepentingan bangsa.

"Ini sebagai pengingat agar kita jangan pernah berhenti peduli dengan bangsa. Ikut berkontribusi dengan skala masing-masing, itu yang perlu di highlight," katanya. 

Rudy tak menampik bahwa banyak hal, terutama di pemerintahan, yang berubah di situasi seperti ini. Adanya sekat-sekat di pemerintah, perpecahan, dan friksi yang ada di masyarakat yang itu semua harus segera diakhiri.

"Kita menghadapi perubahan, lalu ada bencana dunia (Covid-19) yang harus kita atasi sendiri sebagai bangsa. Nah, kebersamaan ini menjadi penting, maka marilah kembalikan lagi persatuan kita," ujar aktivis 1980 itu.

Membandingkan saat era reformasi, lanjut Rudy saat itu aktivis memang sulit berpendapat. Berbeda dengan saat ini di mana ruang berpendapat menjadi lebih terbuka dan bisa dilakukan melalui platform digital.

Pihaknya berharap pada generasi muda untuk lebih produktif dan cerdas dalam memenuhi ruang berpendapat itu. "Termasuk memanfaatkan digitalisasi untuk pemberdayaan misalnya, seperti ekonomi mungkin. Termasuk juga yang muda ini yang saat ini menguasai," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement