Kamis 11 Nov 2021 17:38 WIB

Menengok Kecanggihan Pembangkit EBT Modern PLN di Cianjur

PLTA Rajamandala manfaatkan sungai Citarum yang merupakan keluaran dari Saguling.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Seremoni operasi komersial Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Rajamandala berkapasitas 47 MW (Megawatt) di PLTA Rajamandala, Cianjur, Jumat (12/7).
Foto: dok. PLN
Seremoni operasi komersial Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Rajamandala berkapasitas 47 MW (Megawatt) di PLTA Rajamandala, Cianjur, Jumat (12/7).

REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- PT PLN (Persero) terus meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Komitmen ini terwujud melalui salah satu anak usaha, PT Indonesia Power (IP), dalam membangun, mengelola dan mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Rajamandala di di Desa Cihea, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. 

Direktur Utama IP M Ahsin Sidqi mengatakan, keberadaan PLTA Rajamandala sejalan dengan upaya transformasi hijau PLN. "PLTA yang berkepasitas 47 Megawatt (MW) ini beroperasi sejak Mei 2019 dan mampu memproduksi listrik mencapai 496 Megawatt hour (MWh) per hari dan 181 Giga Watt hour (GWh) per tahun," ujar Ahsin di PLTA Rajamandala, Cianjur, Jawa Barat, Kamis (11/11).

Baca Juga

Kata Ahsin, PLTA Rajamandala merupakan pembangkit dengan teknologi modern hasil kerja sama antara IP dengan kepemilikan saham sebesar 51 persen dan Kansai Electric Power Company dari Jepang sebesar 49 persen yang menjadi PT Rajamandala Electric Power. Menurut Ahsin, PLTA ini merupakan wujud dari komitmen PLN dan Indonesia Power untuk mencapai target Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebesar 23 persen EBT pada 2025. 

"PLTA Rajamandala ini sejatinya merupakan buah dari program renewable energy yang dicanangkan PLN sesuai dengan Rencana Usaha Penyedia Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019 hingga 2028," ucap Ahsin.

Sebagai pembangkit modern, lanjut Ahsin, PLTA Rajamandala memanfaatkan aliran sungai Citarum yang merupakan keluaran dari PLTA Saguling dengan menggunakan turbin Vertical Kaplan. Ahsin menyebut PLTA ini tidak memerlukan pembangunan waduk atau bisa disebut dengan kategori PLTA run-of-river.

"Listrik dari pembangkit yang menyerap investasi sebesar 150 juta dolar AS ini dihasilkan dengan memanfaatkan debit air 168 meter kubik dan ketinggian jatuh air (gross head) 34 meter," ungkap Ahsin.

Ahsin menyampaikan PLTA Rajamandala menerapkan teknonologi terbaru pada konstruksi pipa pesat, spiral case, dan labirin waterway dengan menggunakan bahan beton bertulang serta teknologi yang efisiensi pada sisi turbin kaplan dalam pengoperasian. 

"PLN dan Indonesia Power sangat welcome dan berkomitmen dalam penggunaan renewable energy dan pengembangan komunitas. Kami yakin jika Indonesia Power akan menjadi pemimpin dalam bidang renewable energy di Indonesia," sambung Ahsin.

Di sisi lain, ucap Ahsin, listrik yang dihasilkan dari PLTA Rajamandala turut memperkuat sistem interkoneksi kelistrikan Jawa-Bali. Listrik tersebut dipasok melalui jaringan transmisi bertegangan 150 kilo Volt (kV) Cianjur-Cigereleng.

"Selain itu, pasokan listrik dari PLTA yang menempati lahan sekitar 40 hektare tersebut juga menjadi backup sistem kelistrikan di wilayah Jawa Barat," kata Ahsin.

Terpisah, Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini menilai kehadiran PLTA Rajamandala bukan sekadar pembuktian komitmen Indonesia dalam mewujudkan dunia yang lebih ramah lingkungan. Menurut Zulkifli, PLTA ini menjadi bukti bahwa pembangkit EBT berbasis air sebagai energi bersih, juga memenuhi pilar-pilar  Sustainable Development Goals (SDGs), salah satunya yaitu pilar pembangunan lingkungan.

"Terlebih potensi PLTA di Indonesia masih sangat besar. Potensi ini bisa menjadi peluang kerja sama semua pihak untuk bisa mempercepat net zero carbon pada 2060 mendatang," kata Zulkifli.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement