Kamis 11 Nov 2021 02:34 WIB

Ijtima Ulama Bahas  Hukum Pernikahan Online

Hukum pernikahan online menjadi bahasan dalam Ijtima Ulama.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Hukum pernikahan online menjadi bahasan dalam sidang komisi fikih kontemporer dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Hotel Sultan Jakarta pada 9-11 November 2021. Dalam buku materi ijtima ulama ke-VII ini dijelaskan, pernikahan merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW bagi manusia, agar manusia tidak sewenang-wenang berbuat semaunya seperti binatang yang tanpa aturan.

Pernikahan dalam istilah syara’ diartikan sebagai suatu akad (ijab qabul) antara wali calon istri dan calon mempelai laki-laki dengan ucapan tertentu dan dengan memenuhi syarat dan rukunnya. Definisi ini memberikan pemahaman bahwa dalam melangsungkan perkawinan harus memenuhi syarat dan rukun. Selain itu, mengingat pernikahan bukan hanya sebagai salah satu bentuk ibadah tetapi juga merupakan bentuk muamalah, maka untuk menyatakan keabsahannya tidak cukup dengan pertimbangan doktrin hukum fikih semata, tetapi juga harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan mempertimbangkan dua aspek hukum ini, seseorang telah melakukan ketaatan kepada Allah SWT dan juga mentaati ulil amri.

Baca Juga

Persoalan pernikahan dari zaman ke zaman akan selalu menarik dan mengalami dinamisasi. Khususnya tentang praktik nikah secara tidak langsung atau melalui teknologi. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah menyatakan "hukum pernikahan melalui telepon" pada rapat Dewan Pimpinan Harian MUI yang berlangsung pada 16 April 1996 dan ditetapkan pada 7 September 1996 di Jakarta.

Keputusan tersebut berbunyi, "Sehubungan telah terjadi sejumlah kasus perkawinan atau pernikahan di masyarakat yang dinilai tidak lazim dan dilakukan oleh umat Islam Indonesia, yang sebagian telah diberitakan oleh media massa, sehingga menimbulkan tanda tanya, prasangka buruk, kerisauan dan keresahan di kalangan masyarakat, MUI dalam beberapa hari ini telah menerima pengaduan, pertanyaan, dan permintaan fatwa yang disampaikan secara langsung, tertulis, maupun lewat telepon dari masyarakat terkait masalah tersebut."

Oleh karena itu, dalam rapat Dewan Pimpinan Harian MUI yang berlangsung pada 16 April 1996 masalah tersebut telah dibahas secara hati-hati dan seksama, dan penuh keprihatinan, dengan mempertimbangkan hasil tabayyun, ketentuan hukum, dan kepentingan umum. Atas dasar itu, dengan memohon taufiq dan hidayah Allah SWT, MUI menyampaikan pernyataan dan ajakan sebagai berikut.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement